LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR
Slamet Trihartanto, Widyaiswara LPMP Jawa Tengah
PENDAHULUAN
Jika kita bertanya, berapa banyak sumber belajar yang digunakan siswa dalam kegiatan belajar, maka jawabnya bisa jadi hanya dua. Pertama buku dan kedua buku. Artinya, sumber belajar selama ini masih dipahami sebagai buku atau hasil cetak. Proses belajar siswa di sekolah lebih ditandai terutama pada pengembangan ekspresi siswa dalam kegiatan membaca, berbicara, dan menulis berbasis buku.
Jika kondisi seperti itu terus berlanjut, apa yang akan terjadi? Sumber belajar yang terbatas tentu saja akan berpengaruh terhadap proses belajar secara keseluruhan. Kalau kegiatan belajar tidak menyediakan banyak pilihan, siswa akan cepat bosan dan belajar menjadi sesuatu yang menakutkan, tidak menyenangkan.
Untuk menyediakan ragam alternatif dalam kegiatan belajar, usaha pertama adalah optimalisasi sumber belajar. Alam menyediakan banyak hal yang dapat dipelajari oleh siswa. Alam terkembang menjadi guru, begitu kata bijak yang pernah kita dengar. Lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, lingkungan politik, lingkungan industri, realita, produk pabrik, barang cetakan, dan audio visual semua itu dapat kita gunakan sebagai sumber belajar. Sumber belajar itu dapat dikemas menurut keperluan menjadi media, alat peraga pelajaran, atau aktivitas permainan edukatif.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah membingkai aneka sumber belajar dengan alternatif kegiatan belajar melalui metode dan media belajar. Pendekatan belajar yang akhir-akhir ini dianggap dapat menghubungkan dunia siswa dengan kegiatan belajar yang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan siswa adalah belajar siswa aktif (student active learning). Pendekatan ini mengandung prinsip anak senang (joyfull learning), belajar secara aktif (active learning), dan kegiatan belajar berpusat atau berpihak kepada siswa (student centered learning). Tulisan Anthony de Mello berikut ini kiranya dapat menjadi perenungan kita bersama:
Seorang siswa mengeluh kepada gurunya,
“Bapak menuturkan banyak cerita,
Tetapi tidak pernah menerangkan maknanya kepada kami.”
Jawab sang guru,
“Bagaimana pendapatmu, Nak,
Andaikata seorang menawarkan buah kepadamu,
Tetapi mengunyahkannya lebih dahulu kepadamu?”
Tuturan di atas mengisyaratkan bahwa tugas guru adalah melakukan fasilitasi kepada siswa yang memungkinkan mereka dapat belajar. Untuk upaya ini guru perlu pula mengetahui potensi yang ada pada siswa, baik kecerdasan, ekspresi, maupun tahapan tumbuh kembang yang berlangsung pada diri siswa. Beberapa penemuan mengenai hal ini penting untuk diketahui guru. Banyak penemuan mengenai hal ini: Roger Sperry (1960) menemukan fungsi belahan otak kanan dan otak kiri yang berbeda, Howard Gardner(1983) mendalilkan Multiple Intelligence, Daniel Goleman mempublikasikan teorinya tentang Emotional Intelligence, dan banyak penemuan lain tentang perkembangan anak. Agar kesesuaian intervensi dapat dilakukan secara kreatif oleh guru terhadap tumbuh kembang anak, perlu dipikirkan dan dicari stimulasi yang sesuai bagi mereka. Pemanfaatan berbagai sumber belajar secara optimal adalah upaya mencerdaskan siswa secara proporsional sesuai dengan tahap tumbuh kembang mereka.
RAGAM SUMBER BELAJAR
1. Pengertian Sumber Belajar
Sumber belajar adalah bahan yang mencakup media belajar, alat peraga, alat permainan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada anak maupun orang dewasa yang berperan mendampingi anak dalam belajar. Sumber belajar itu dapat berupa tulisan (tulisan tangan atau hasil cetak), gambar, foto, narasumber, benda-benda alamiah, dan benda-benda hasil budaya.
Sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu sumber belajar tangan pertama dan sumber belajar tangan kedua. Sumber belajar tangan pertama menunjuk pada otensitas dan orisinalitas. Pada tahap ini belum banyak dilakukan pengolahan, sehingga unsur subjektivitas masih pada tingkat minimal. Sedangkan sumber belajar tangan kedua sudah melalui pengolahan. Sebagai contoh, pelaku sejarah dapat dikategorikan sumber pertama, sedangkan saksi sejarah merupakan sumber kedua. Namun demikian, persoalan ini dapat lebih dikembangkan dengan analisa kritis sumber.
2. Sumber Belajar, Alat Peraga, dan Permainan
Sumber belajar dapat diolah atau dikreasi dengan berbagai metode agar siswa lebih mudah mencerna nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dalam usaha mengkreasi itu, sumber belajar bisa menjadi alat yang dapat berfungsi membantu proses belajar siswa. Hal ini sering disebut Alat dan atau Aktivitas Permainan Edukatif (APE). Alat Permainan Edukatif menunjuk pada benda yang difungsikan, yang dibedakan menjadi Alat Permainan dan Alat Peraga. Alat Permainan merupakan fasilitas yang sudah dibuat sedemikian, misalnya menjadi permainan bongkar pasang, sehingga siswa belajar dengan memainkan fasilitas tersebut. Alat Peraga merupakan fasilitas belajar yang dapat mewakili fungsi atau cara kerja sesuatu, misalnya Alat Peraga Anatomi Tubuh Manusia. Sedangkan Aktivitas Permainan Edukatif menunjuk pada kegiatan yang dapat dilakukan oleh siswa. Misalnya kegiatan percobaan mencampur warna, kegiatan bermain peran, dan sebagainya.
3. Jenis Sumber Belajar
Sumber belajar dapat berupa lingkungan, hasil cetak, rekaman, dan narasumber / orang. Secara garis besar, sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi:
a. Lingkungan Alam
Sumber belajar yang masuk dalam kelompok ini merupakan tempat atau alam bebas yang dapat memberikan informasi langsung kepada siswa. Alam menyediakan banyak hal yang dapat dipelajari siswa. Misalnya, siswa dapat menulis puisi atau karangan mengenai hamparan padi di sawah, karang di pinggir pantai, keindahan pegunungan Ngarai Sianok, keganasan Tsunami, dan sebagainya.
b. Lingkungan Sosial
Sumber belajar ini lebih menekankan tempat hasil karya manusia, dan di dalamnya terdapat aktivitas hubungan manusia. Misalnya, siswa dapat langsung bertemu dengan Petani (sebagai narasumber) untuk mengetahui proses penanaman padi. Siswa juga dapat langsung berada di warung untuk mempelajari proses jual beli berlangsung. Jika ban sepeda kempes dan perlu ditambal, reparasi di bengkel juga dapat menjadi sumber belajar yang langsung dilihat siswa. Informasi mengenai alat transportasi dan bagaimana sarana jalan yang menjadi kebutuhan penting masyarakat pun dapat langsung diakses siswa.
c. Lingkungan Budaya
Rumah adat, pakaian adat, tarian daerah, dan peninggalan sejarah berupa candi, naskah kuno, vihara, pura, masjid, klenteng, punden berundak yang masih terletak di tempatnya (insitu) atau disimpan di museum dapat menjadi sumber konkret bagi siswa.
d. Media
Kaset, VCD, acara TV dan radio merupakan sumber belajar berupa audio visual. Sementara gambar, foto, film dokumenter, video dapat dikelompokan dalam sumber belajar visual. Kaset dan CD banyak membantu ketika digunakan sebagai media belajar bahasa. Logat, intonasi, dan ciri khasnya dapat dipertahankan seperti penutur aslinya. VCD dapat memuat potret peristiwa secara lengkap, misalnya peristiwa runtuhnya gedung World Trade Centre di Amerika Serikat. Oleh karenanya, VCD merupakan sumber belajar yang dapat menyajikan lebih banyak informasi dibanding kaset atau CD.
e. Hasil Cetak
Koran, majalah, buku, brosur, leaflet merupakan sumber belajar penting bagi siswa. Sumber belajar ini dapat memberikan banyak informasi kepada siswa. Misalnya tentang peristiwa tertentu, tempat, bahkan iklan, dan data-data lain yang dibutuhkan.
f. Realita
Kerang-kerangan, batu-batuan, bunga-bungaan, biji-bijian, dapat menjadi sumber belajar yang memberi informasi penting demi perkembangan siswa. Warna-warna batu dan jenis batu dapat memberi khasanah pengetahuan bagi siswa. Begitupun dengan bunga dan kerang, jika dapat digunakan berdasarkan konteks kegiatan belajar akan menjadi sumber belajar yang tidak sekadar indah untuk dipandang, tetapi sekaligus memberikan pengetahuan yang kadang tidak cukup untuk sekadar diceramahkan.
g. Produk Pabrik
Produk pabrik dapat memberikan informasi, minimal memberikan gambaran kemajuan teknologi negara produsennya. Misalnya, boneka-boneka lebih banyak dibuat oleh Cina. Selain itu lewat produk pabrik dapat lebih diketahui berbagai informasi tentang negara itu, baik lokasinya di dalam peta, gegrafisnya, penduduk, dan sebagainya.
SUMBER BELAJAR DAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN BELAJAR
Sumber belajar memiliki keanekaragaman dan tersebar luas di ligkungan sekitar kita. Bagaimana cara agar sumber belajar dapat mendukung dan berdayaguna secara optimal di dalam Kegiatan Belajar Siswa? Keanekaragaman dan sebaran sumber belajar akan dapat berdaya guna secara optimal apabila dapat dengan mudah diakses di dalam proses belajar. Oleh karenanya perlu ada persiapan sebelum proses belajar dimulai. Persiapan ini meliputi, pertama inventarisasi sumber belajar yang ada, kedua perlunya ruang belajar yang mendukung (dalam hal ini ruang kelas bukan satu-satunya ruang belajar siswa), ketiga perlunya pengorganisasian yang memberi situasi kondusif dalam melakukan belajar.
1. Inventarisasi Sumber Belajar
Inventarisasi ini dapat dimulai dengan mengelompokkan sumber belajar berdasarkan tempat. Artinya perlu dipilah mana sumber belajar yang dapat diakses di dalam ruangan, dan mana sumber belajar yang hanya dapat diakses di luar ruangan. Sumber belajar yang bisa diakses di dalam ruangan perlu kembali dilihat dan diberi catatan berdasarkan kebutuhan, yang bisa berdasarkan multi-kecerdasan, mata pelajaran, atau bentuk kegiatan yang akan dilakukan.
Khusus sumber belajar yang berada di luar ruangan dapat dikategorikan mulai dari yang paling dekat dan dilanjutkan dengan mencermati satu per satu tingkat kesulitan dalam mengakses sumber belajar tersebut. Apakah memerlukan biaya, misalnya untuk transportasi? Bagaimana waktu yang disediakan untuk kegiatan belajar? Lalu kegiatan belajar macam apa yang sesuai dilakukan?
Inventarisasi ini sangat penting dan mendukung di dalam mengelola sumber belajar. Maka tinggal melengkapi mana yang kurang dan mana yang belum dimanfaatkan di dalam kegiatan belajar. Ketelitian dan kreativitas pendidik sangat mendukung kegiatan inventarisasi ini.
2. Ruang Belajar yang Mendukung
Ruang belajar yang dimaksud di sini tidak terbatas di dalam kelas. Kegiatan belajar dapat dilakukan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, di rumah atau di mana saja. Namun demikian, hanya ada alasan yang mendukung atas pilihan ruang kegiatan tersebut. Yakni, sejauh hal itu mendukung terciptanya suasana yang kondusif terhadap keberlangsungan kegiatan belajar. Dalam hal ini siswa perlu dilibatkan dalam persiapan pemilihan tempat dan kegiatan yang akan dilakukan. Dengan demikian siswa ikut diberi tanggungjawab ketika kegiatan berlangsung. Jika perlu, tata tertib dan aturan mainnya bisa disepakati oleh siswa sendiri atas fasilitasi guru yang mendampingi mereka.
3. Pengorganisasian Kegiatan Belajar di Sekolah
Pengorganisasian kegiatan belajar menjadi prasyarat penting untuk terjadinya interaksi antara siswa – siswa – guru – sumber belajar. Interaksi atau dialog yang dimaksud tetap berpusat pada siswa. Ini berarti guru lebih berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator, sementara sumber belajar cukup tersedia sehingga memberi keleluasaan kepada siswa untuk semakin mudah melakukan proses belajar. Pengorganisasian ini dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Sebaran Perhatian Guru
Dalam proses kegitan belajar terdapat dua subjek yang tidak dapat berdiri tunggal, yakni guru dan siswa. Guru perlu mengetahui siswa secara pribadi. Artinya, masing-masing potensi yang ada pada siswa perlu dipantau dan dicatat perkembangannya. Dengan demikian, ketika terjadi proses belajar guru dapat memfasilitasi dan memandu siswa berdasarkan perkembangan yang terjadi pada siswa. Hal ini perlu dilakukan mengingat setiap siswa memiliki cara belajar yang beragam. Ada yang visual, kinesthetic, auditory. Masing-masing siswa memerlukan fasilitas yang berbeda kendatipun materi yang dipelajari sama. Maka guru perlu memperhatikan siswa secara saksama, tidak sekadar mencegah agar siswa tidak gaduh. Sebaliknya guru justru perlu bertanya, Mengapa siswa gaduh?
b. Mobilitas Guru dan Siswa
Ruang gerak guru sebaiknya diatur dan disesuaikan dengan tata letak fisik seperti bangku, papan tulis, rak sumber belajar, rak buku, dan kegiatan yang dilakukan siswa. Hal ini dilakukan agar siswa dapat melakukan kegiatan belajarnya dengan aktif dan mandiri. Sementara itu guru melakukan pendampingan ketika siswa menemui persoalan dan membutuhkan panduan dari guru. Maka ruang gerak guru perlu diatur agar tidak mengganggu konsentrasi siswa lain dalam melakukan kegiatan belajarnya.
c. Interaksi Guru dan Siswa
Interaksi dalam kegiatan belajar sebaiknya berlangsung antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa. Oleh karenanya perlu disuasanakan agar interaksi tersebut tidak menimbulkan tubrukan kepentingan. Justru sebaliknya, kepentingan tersebut diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga antara siswa dan guru, serta siswa dan siswa dapat saling mendukung kegiatan yang berlangsung.
Ketiga aspek di atas dapat tercipta apabila didukung pengorganisasian komponen-komponen yang terkait dalam proses kegiatan belajar, terutama di dalam kelas. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pengorganisasian Fisik
Secara umum komponen fisik kelas meliputi meja bangku siswa dan guru, papan tulis, rak buku, rak alat peraga, sumber belajar, dan papan pajang. Sumber belajar dalam pengorganisasian fisik memiliki peran utama sebagai alat yang membantu kegiatan belajar anak. Lebih baik ruangan dipenuhi dengan Alat Permainan Edukatif (APE) dan pajangan hasil karya anak daripada pajangan yang seringkali tidak memiliki fungsi edukatif dan tidak pernah digunakan sepanjang tahun.
2) Pengorganisasian Kegiatan
Kegiatan belajar siswa aling tidak dapat diorganisasikan menjadi kegiatan individual, kegiatan berpasangan, kegiatan kelompok, dan kegiatan klasikal. Perlu diingat, kegiatan klasikal sampai saat ini mendominasi hampir seluruh kegiatan yang dilakukan sekolah-sekolah di Indonesia. Hal ini boleh saja dilakukan, namun demikian bukanlah satu-satunya. Apalagi mengingat bahwa setiap siswa itu unik, artinya satu sama lainnya berbeda. Oleh karenanya, jika kelas (klasikal) “ramai” bisa karena sebagian siswa tidak dapat belajar secara klasikal. Mungkin saja siswa itu dapat melakukan kegiatannya dengan cara individual, berpasangan, atau kelompok. Dengan demikian lebih baik melakukan banyak alternatif pengorganisasian kegiatan belajar daripada guru harus selalu waspada dan sibuk dengan rasa kawatir kalau siswanya ngantuk atau gaduh. Lebih dari itu, sumber belajar perlu disesuaikan dengan kegiatan yang sedang dilakukan, baik kegiatan pribadi, berpasangan, berkelompok, atau klasikal.
3) Pengorganisasian siswa
Seperti halnya pengorganisasian kegiatan, pengorganisasian siswa dilakukan dengan berbagai alternatif. Siswa dalam melakukan kegiatan belajar dapat diatur berdasarkan jenis kelamin, tempat tinggal, minat, dan kemampuan. Sebagai contoh, siswa melakukan kegiatan belajar berpasangan, pasangan ini dapat diatur lagi berdasarkan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Atau berdasarkan minatnya pada bidang tertentu dan seterusnya. Dalam hal ini sumber belajar juga disesuaikan dengan konteks pengorganisasian yang berlangsung.
4) Pengorganisasian Waktu
Persoalan waktu seringkali menjadi persoalan tersendiri dalam membuat siswa aktif. Hal ini sebenarnya tidak perlu dikawatirkan manakala kegiatan belajar sudah dipersiapkan dengan baik. Persiapan ini mulai dari pengorganisasian fisik, kegiatan, dan siswa. Kemudian setiap kegiatan sudah terencana berdasarkan tahap-tahapnya. Setiap kegiatan direncanakan dan diprediksi waktu yang dibutuhkan. Dengan demikian kegiatan belajar dapat disesuaikan dengan yang ada.
PEMILIHAN SUMBER BELAJAR
Pemilihan sumber belajar bersangkutan dengan kesesuaian konteks antara sumber belajar dengan kebutuhan atau penekanan yang dilakukan di dalam proses kegiatan belajar. Penekanan ini dapat berdasarkan Taksonomi Bloom, multi kecerdasan, dan pengorganisasian kegiatan yang dilakukan.
1. Taksonomi Bloom
Bloom membagi tiga wilayah yaitu kognisi, afeksi, dan psikomotor dalam konteks pembelajaran. Kognisi merupakan wilayah pada diri siswa yang melibatkan kemampuan penalaran, akal, dan logika. Kognisi biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, hafalan, dan pemikiran linier. Dalam hal ini proses belajar di sekolah-sekolah didominasi oleh aspek kognisi tanpa banyak diimbangi dengan aspek lain. Afeksi merupakan wilayah pada diri siswa yang melibatkan rasa, intuisi, insting, atau emosi. Materi-materi yang dikemas dalam kegiatan belajar seringkali minim muatan afeksinya. Misalnya, pelajaran drama, menulis puisi, mengarang cerita, menyanyi, dan bermain musik sering dianggap pelajaran yang tidak utama. Psikomotor merupakan wilayah pada diri anak yang bersinggungan dengan koordinasi gerakan tubuh. Pelajaran ini juga dianggap tidak utama. Oleh karenanya jam pelajaran yang memuat aspek ini hanya diberi jatah minim di sekolah-sekolah.
2. Multi-Kecerdasan
Pemilihan sumber belajar dapat didasarkan oleh pertimbangan penekanan multi-kecerdasan sebagai berikut.
a. Kinestetik (Body Smart), kecerdasan yang melibatkan bahasa tubuh, olah raga, dan pemrosesan pengetahuan melalui indera tubuh.
b. Bahasa (Word Smart), kecerdasan ini dapat dilihat dari kemampuan menggunakan bahasa yang efektif. Kecerdasan bahasa berkaitan dengan kemampuan mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis.
c. Musikal (Music Smart), kecerdesan ini dalam bentuk yang menonjol akan memunculkan diva dan virtuoso piano dari seni dan budaya. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan menyanyikan lagu, menghafal melodi musik, mempunyai kepekaan irama, atau sekadar menikmati irama.
d. Visual-spasial (Picture Smart), kecerdasan ini melibatkan keampuan memindah objek ke dalam kepala atau visualisasi dua atau tiga dimensi. Seniman dan ilmuwan yang menemukan hal baru merupakan contoh seseorang yang memiliki kecerdasan visual spasial tinggi. Secara sederhana kecerdasan ini terwujud dalam kemampuan seseorang dalam menikmati dan mengapresiasi barang seni dan keindahan.
e. Logika-matematika (Number Smart), kecerdasan ini memiliki keterampilan untuk mengolah angka-angka dan mahir dalam menggunakan logika atau akal sehat.
f. Interpersonal (People Smart), kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain. Juga kemampuan dalam hal berteman dan memahami orang lain.
g. Intrapersonal (Self Smart), kecerdasan untuk memahami diri sendiri, yakni kecerdasan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri. Kemampuan mengenali bakat dan potensi, mengembangkannya untuk mencapai keberhasilan merupakan wujud kecerdasan diri sendiri.
3. Organisasi Kegiatan
a. Individual/perorangan. Dalam kegiatan belajar yang dilakukan secara perorangan, masing-masing siswa melakukan kegiatan. Kegiatan ini bisa dilakukan bersama-sama tetapi juga masing-masing siswa melakukannya secara pribadi.
b. Berpasangan. Kegiatan belajar berpasangan dilakukan lewat kerjasama dua orang. Kegiatan ini didasarkan pada pembagian tugas anggota pasangan. Masing-masing siswa melakukan kegiatan yang tidak berdiri sendiri. Apa yang dilakukan salah seorang siswa merupakan bagian tugas pasangannya.
c. Kelompok. Kegiatan belajar kelompok dilakukan melalui kerjasama lebih dari dua orang. Dalam kegiatan kelompok perlu diperhatikan jumlah anggota kelompok yang terlibat. Dengan demikian masing-masing anggota memiliki peran dan melakukan tugas. Penting untuk dihindari ada anggota kelompok yang tidak mendapat dan melakukan tugas.
d. Klasikal. Kegiatan belajar ini dilakukan secara bersama-sama dalam satu kelas.
PENUTUP
Penemuan mutakhir tentang psikologi anak dan bagaimana seharusnya pendidikan dilakukan kiranya semakin membuka wawasan kita, bahwa belajar menjadi syarat utama dalam kancah peradaban umat manusia dewasa ini. Tidak saja perlu disadari bahwa dunia terus menerus mengalami perkembangan dan perubahan. Lebih dari itu, dari proses belajr dapat dipetik sebuah makna bahwa dalam prosesnya kesalahan dan kekeliruan bukan menjadi hal yang tabu. Kesalahan dan kekeliruan menjadi bagian dalam proses belajar. Kita dapat belajar dari kesalahan, agar pada waktu berikutnya proses belajar berjalan semakin baik, benar, dan penuh harapan.
Kata kunci dari belajar adalah semangat dengan dasar jiwa eksploratif, kreatif, dan berpikir komprehensif. Eksploratif mengandung pengertian sebuah usaha yang terus-menerus dilakukan dalam mencari dan mengungkap banyak hal secara benar. Kreatif dapat berarti suatu cara melakukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada. Ia memberi makna baru, sesuatu yang unik. Sedangkan komprehensif dipahami sebagai sesuatu yang menyeluruh, seimbang, proporsional, tidak berat sebelah, objektif dan tidak diskriminatif. Dengan demikian aktualisasi diri dapat diimbangi dan diletakkan dalam konteks hidup bersama dengan orang lain dalam lingkungan sosial yang ada. Bagaimana pun manusia bersifat jamak, ia ingin berkelompok dan sekaligus tetap menjaga ciri perseorangan.
Dalam konteks pendidikan siswa perlu didampingi dalam proses mencari jati diri dalam rangka mengaktualisasikan dirinya di dalam dunia. Penemuan tentang belahan otak kanan dan otak kiri, yang memiliki kekhususan fungsi mencerna stimulasi, dapat dipakai sebagai rujukan dalam rangka keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung pada siswa. Asumsinya, ketika terjadi keseimbangan fungsi belahan otak kanan dan otak kiri, demikian ia seimbang dalam kerja koordinasinya pada keseluruhan tubuh. Hal itu tampak nyata pada pikiran, perasaan, sikap, dan tindakan yang dilakukan. Siswa diharapkan tahu (penalaran dan pengetahuannya jalan), mau (tumbuh motivasi untuk melakukan), dan mampu (dapat melakukan dalam tindakan). Dalam versi UNESCO prinsip ini disebut Learning to know, Learning to do, Learning to be, dan Learning to live together.
Dalam proses belajar stimulasi tidak dapat diabaikan. Stimulasi dapat mendorong siswa untuk mengetahui, merasakan, dan melakukan kegiatan. Pada dasarnya stumulasi ini dapat diciptakan, salah satunya dengan cara mengeksplorasi sumber belajar menjadi alat permainan – peraga edukatif dan aktivitas permainan edukatif. Dalam konteks ini peran guru diperlukan agar proses belajar siswa semakinoptimal dan berdaya guna bagi tumbuh kembangnya.
Tidak kalah penting dari itu, suasana belajar yang memberi keleluasaan siswa dengan berbagai pilihan. Hal ini merupakan unsur pendukung keberlangsungan kegiatan belajar. Suasana belajar yang menyenangkan membuat siswa kerasan dan menikmati kegiatan yang dilakukan. Dengan begitu belajar dapat menjadi kebutuhan dasar bagi setiap siswa, bahkan seumur hidupnya.
Buku bacaan:
Tulisan di atas merupakan ringkasan bebas dari buku
“Sumber Belajar Anak Cerdas: Bagaimana Menggunakan Sumber Belajar dari Lingkungan Sekitar?” : Sri Joko Yunanto, Grasindo, 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar