Selasa, 09 Juni 2009

Cerita Bijak

Dari laptop saya, tersimpan beberapa cerita bijak yang saya unduh dari sebuah situs. Cerita ini biasanya saya gunakan untuk ice breaking dalam pelatihan yang saya lakukan. Dengan semangat berbagi kuunggahkan di blog ini. Semoga dapat menginspirasi dan memotivasi para pembaca.




PERTAPA MUDA DAN KEPITING
Action & Wisdom Motivation Training

Suatu ketika di sore hari yang terasa teduh, tampak seorang pertapa muda sedang bermeditasi di bawah pohon, tidak jauh dari tepi sungai. Saat sedang berkonsentrasi memusatkan pikiran, tiba-tiba perhatian pertapa itu terpecah kala mendengarkan gemericik air yang terdengar tidak beraturan.
Perlahan-lahan, ia kemudian membuka matanya. Pertapa itu segera melihat ke arah tepi sungai di mana sumber suara tadi berasal. Ternyata, di sana tampak seekor kepiting yang sedang berusaha keras mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meraih tepian sungai sehingga tidak hanyut oleh arus sungai yang deras.
Melihat hal itu, sang pertapa merasa kasihan. Karena itu, ia segera mengulurkan tangannya ke arah kepiting untuk membantunya. Melihat tangan terjulur, dengan sigap kepiting menjepit jari si pertapa muda. Meskipun jarinya terluka karena jepitan capit kepiting, tetapi hati pertapa itu puas karena bisa menyelamatkan si kepiting.
Kemudian, dia pun melanjutkan kembali pertapaannya. Belum lama bersila dan mulai memejamkan mata, terdengar lagi bunyi suara yang sama dari arah tepi sungai. Ternyata kepiting tadi mengalami kejadian yang sama. Maka, si pertapa muda kembali mengulurkan tangannya dan membiarkan jarinya dicapit oleh kepiting demi membantunya.
Selesai membantu untuk kali kedua, ternyata kepiting terseret arus lagi. Maka, pertapa itu menolongnya kembali sehingga jari tangannya makin membengkak karena jepitan capit kepiting.
Melihat kejadian itu, ada seorang tua yang kemudian datang menghampiri dan menegur si pertapa muda, "Anak muda, perbuatanmu menolong adalah cerminan hatimu yang baik. Tetapi, mengapa demi menolong seekor kepiting engkau membiarkan capit kepiting melukaimu hingga sobek seperti itu?"
"Paman, seekor kepiting memang menggunakan capitnya untuk memegang benda. Dan saya sedang melatih mengembangkan rasa belas kasih. Maka, saya tidak mempermasalahkan jari tangan ini terluka asalkan bisa menolong nyawa makhluk lain, walaupun itu hanya seekor kepiting," jawab si pertapa muda dengan kepuasan hati karena telah melatih sikap belas kasihnya dengan baik.
Mendengar jawaban si pertapa muda, kemudian orang tua itu memungut sebuah ranting. Ia lantas mengulurkan ranting ke arah kepiting yang terlihat kembali melawan arus sungai. Segera, si kepiting menangkap ranting itu dengan capitnya. "Lihat Anak Muda. Melatih mengembangkan sikap belas kasih memang baik, tetapi harus pula disertai dengan kebijaksanaan. Bila tujuan kita baik, yakni untuk menolong makhluk lain, bukankah tidak harus dengan cara mengorbankan diri sendiri. Ranting pun bisa kita manfaatkan, betul kan?"
Seketika itu, si pemuda tersadar. "Terima kasih, Paman. Hari ini saya belajar sesuatu. Mengembangkan cinta kasih harus disertai dengan kebijaksanaan. Di kemudian hari, saya akan selalu ingat kebijaksanaan yang Paman ajarkan."
Pembaca yang budiman,
Mempunyai sifat belas kasih, mau memerhatikan dan menolong orang lain adalah perbuatan mulia, entah perhatian itu kita berikan kepada anak kita, orangtua, sanak saudara, teman, atau kepada siapa pun. Tetapi, kalau cara kita salah, sering kali perhatian atau bantuan yang kita berikan bukannya memecahkan masalah, namun justru menjadi bumerang. Kita yang tadinya tidak tahu apa-apa dan hanya sekadar berniat membantu, malah harus menanggung beban dan kerugian yang tidak perlu.
Karena itu, adanya niat dan tindakan berbuat baik, seharusnya diberikan dengan cara yang tepat dan bijak. Dengan begitu, bantuan itu nantinya tidak hanya akan berdampak positif bagi yang dibantu, tetapi sekaligus membahagiakan dan membawa kebaikan pula bagi kita yang membantu.
Salam sukses luar biasa!!!
Andrie Wongso
www.andriewongso.com




CINTA TANPA SYARAT
Action & Wisdom Motivation Training

Dikisahkan, ada sebuah keluarga besar. Kakek dan nenek mereka merupakan pasangan suami istri yang tampak serasi dan selalu harmonis satu sama lain. Suatu hari, saat berkumpul bersama, si cucu bertanya kepada mereka berdua, "Kakek, Nenek, tolong beritahu kepada kami resep akur dan cara Kakek dan Nenek mempertahan cinta selama ini agar kami yang muda-muda bisa belajar."
Mendengar pertanyaan itu, sesaat kakek dan nenek beradu pandang sambil saling melempar senyum. Dari tatapan keduanya, terpancar rasa kasih yang mendalam di antara mereka. "Aha, Nenek yang akan bercerita dan menjawab pertanyaan kalian," kata kakek.
Sambil menerawang ke masa lalu, nenek pun memulai kisahnya. "Ini pengalaman kakek dan nenek yang tak mungkin terlupakan dan rasanya perlu kalian dengar dengan baik. Suatu hari, kami berdua terlibat obrolan tentang sebuah artikel di majalah yang berjudul ‘bagaimana memperkuat tali pernikahan'. Di sana dituliskan, masing-masing dari kita diminta mencatat hal-hal yang kurang disukai dari pasangan kita. Kemudian, dibahas cara untuk mengubahnya agar ikatan tali pernikahan bisa lebih kuat dan bahagia. Nah, malam itu, kami sepakat berpisah kamar dan mencatat apa saja yang tidak disukai. Esoknya, selesai sarapan, nenek memulai lebih dulu membacakan daftar dosa kakekmu sepanjang kurang lebih tiga halaman. Kalau dipikir-pikir, ternyata banyak juga, dan herannya lagi, sebegitu banyak yang tidak disukai, tetapi tetap saja kakek kalian menjadi suami tercinta nenekmu ini," kata nenek sambil tertawa. Mata tuanya tampak berkaca-kaca mengenang kembali saat itu.
Lalu nenek melanjutkan, "Nenek membacanya hingga selesai dan kelelahan. Dan, sekarang giliran kakekmu yang melanjutakan bercerita." Dengan suara perlahan, si kakek meneruskan. "Pagi itu, kakek membawa kertas juga, tetapi.... kosong. kakek tidak mencatat sesuatu pun di kertas itu. Kakek merasa nenekmu adalah wanita yang kakek cintai apa adanya, kakek tidak ingin mengubahnya sedikit pun. Nenekmu cantik, baik hati, dan mau menikahi kakekmu ini, itu sudah lebih dari cukup bagi kakek."
Nenek segera menimpali, "Nenek sungguh sangat tersentuh oleh pernyataan kakekmu itu sehingga sejak saat itu, tidak ada masalah atau sesuatu apa pun yang cukup besar yang dapat menyebabkan kami bertengkar dan mengurangi perasaan cinta kami berdua."
Pembaca yang budiman,
Sering kali di kehidupan ini, kita lebih banyak menghabiskan waktu dan energi untuk memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan, dan yang menyakitkan. Padahal, pada saat yang sama kita pun sebenarnya punya kemampuan untuk bisa menemukan banyak hal indah di sekeliling kita.
Saya yakin dan percaya, kita akan menjadi manusia yang berbahagia jika kita mampu berbuat, melihat, dan bersyukur atas hal-hal baik di kehidupan ini dan senantiasa mencoba untuk melupakan yang buruk yang pernah terjadi. Dengan demikian, hidup akan dipenuhi dengan keindahan, pengharapan, dan kedamaian.
Salam sukses luar biasa!!!
Andrie Wongso
www.andriewongso.com


DAUN DI MUSIM GUGUR
Action & Wisdom Motivation Training

Pada suatu pagi hari di sebuah musim gugur, tampak seorang anak bekerja menyapu halaman luar sebuah asrama. Pohon-pohon yang rindang di sekitar situ tampak berguguran daunnya. Walaupun bekerja dengan rajin dan teliti menyapu dedaunan yang rontok, tetap saja halaman dikotori dengan ranting dan daun.
"Aduh capek deh. Biarpun menyapu dengan giat setiap hari tetap saja besok kotor lagi. Bagaimana caranya ya supaya aku tidak harus bekerja terlalu keras setiap hari?" sambil masih memegang sapu, si anak sibuk memutar otak memikirkan cara yang jitu.
Kepala asrama yang melintas di situ menghampiri dan menyapa, "Selamat pagi Anakku, kenapa kamu melamun? Apa gerangan yang sedang kamu pikirkan?"
"Eh, selamat pagi Paman. Saya sedang berpikir mencari cara bagaimana supaya halaman ini tetap bersih tanpa harus menyapunya setiap hari. Dengan begitu kan saya bisa mengerjakan yang lain dan tidak harus melulu menyapu seperti sekarang ini."
Sambil tersenyum si paman menjawab, "Bagaimana kalau kamu coba menggoyangkan setiap pohon agar daunnya jatuh lebih banyak. Siapa tahu, dengan lebih banyak daun yang gugur, paling tidak besok daunnya tidak mengotori halaman dan kamu tidak perlu menyapu."
"Wah ide Paman hebat sekali!" segera dia berlari mendekat ke batang pohon dan menggoyang-goyangkan sekuat tenaga. Semua pohon diperlakukan sama, dengan harapan, setidaknya besok dia tidak perlu menyapu lagi. "Lumayan bisa istirahat satu hari tidak bekerja," katanya dalam hati dengan gembira.
Malam hari si anak pun tidur dengan nyenyak dan puas. Ketika bangun keesokan harinya, cepat-cepat dia berlari keluar kamar. Seketika harapannya berubah kecewa saat melihat halaman yang kembali dipenuhi dengan rontokan daun-daun. Saat itu pula paman sedang ada di luar dan memperhatikan ulahnya sambil berkata, "Anakku, musim gugur adalah fenomena alam. Bagaimanapun kamu hari ini bekerja keras menyapu daun-daun yang rontok, esok hari akan tetap ada daun-daun yang rontok untuk di bersihkan. Kita tidak bisa merubah kondisi alam sesuai dengan kemauan kita. Daun yang harus rontok, tidak bisa ditahan atau dipaksa rontok. Maka jangan kecewa karena harus bekerja setiap hari. Nikmati pekerjaanmu dengan hati yang senang, setuju?" kata si paman memberikan sebuah pelajaran hidup yang begitu berarti.
"Setuju paman. Terima kasih atas pelajarannya," segera dia berlari menghampiri sapunya.
Pembaca yang budiman,
Kalau kita bekerja dengan suasana hati yang tidak gembira, maka semua pekerjaan yang kita lakukan akan terasa berat dan mudah timbul perasaaan bosan.
Pepatah mandarin mengatakan:
Jin tian de shi qing jin tian zuo, Ming tian hai you xin gong zuo.
Selesaikan pekerjaaan hari ini dengan baik, besok masih ada pekerjaan baru yang harus diselesaikan.
Kalau kita telah mampu menikmati setiap pekerjaan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, maka setiap hari pasti menjadi hari kerja yang membahagiakan dan setiap besok menjadi harapan yang menggairahkan, sehingga kita boleh dengan bangga mengatakan bahwa bekerja adalah ibadah...
Andrie Wongso
Salam Sukses Luar Biasa!!!
www.pembelajar.com


KOMENTAR LUKISAN
Action & Wisdom Motivation Training

Alkisah, ada seorang pelukis terkenal. Hasil lukisannya banyak menghiasi dinding rumah orang-orang kaya. Si pelukis dikenal dengan kehalusan, ketelitian, keindahan, dan kemampuan memerhatikan detail objek yang digambarnya. Karena itu, pesanan lukisannya tidak pernah berhenti dari para kolektor maupun pecinta barang-barang seni.
Suatu hari, setelah menyelesaikan sebuah lukisan, si pelukis merasa sangat puas dengan hasil lukisannya. Menurut pandangannya, lukisan itu sempurna. Maka, dia lantas bermaksud mengadakan pameran lukisan agar orang-orang dapat menikmati, serta mengagumi keindahan dan kehebatannya.
Saat pameran, si pelukis meletakkan sebuah buku di dekat lukisan dengan sebuah tulisan: "Yang terhormat, para pecinta dan penikmat seni. Setelah melihat dan menikmati lukisan ini, silakan isi di buku ini komentar Anda tentang kelemahan dan kekurangannya. Terima kasih atas waktu dan komentar Anda."
Pengunjung pun silih berganti mengisi buku itu. Setelah beberapa hari, si pelukis pun membaca buku berisi komentar pengunjung pameran dan dia merasa kecewa sekali dengan banyaknya catatan kelemahan yang diberikan. "Orang-orang ini memang tidak mengerti indahnya lukisan ini. Berani-beraninya mereka mengkritik!" batin si pelukis.
Dalam hati, dia tetap yakin bahwa lukisannya itu sangat bagus. Maka, untuk itu dia ingin menguji sekali lagi komentar orang lain, tetapi dengan metode yang berbeda. Untuk itu, ia membuat pameran sekali lagi, namun di tempat yang berbeda. Kali ini, ia juga menyertakan sebuah buku untuk diisi oleh pengunjung yang melihat lukisannya. Tetapi kali ini, penikmat lukisannya tidak dimintai komentar kelemahan, namun untuk memberikan komentar tentang kekuatan dan keindahan lukisan itu.
Setelah beberapa hari, si pelukis kembali membaca buku komentar pengunjung. Kali ini, dia tersenyum senang setelah membacanya. Jika pengunjung yang terdahulu mengkritik dan melihat kelemahannya, maka komentar yang didapatkannya kali ini berisi banyak pujian dan kekaguman atas lukisan yang dibuatnya. Bahkan, banyak dari hal-hal yang dikritik waktu itu, sekarang justru dipuji.
Dari kedua pameran lukisan yang diadakannya, si pelukis mendapatkan sebuah pembelajaran bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Apa pun yang kita kerjakan, sehebat, dan sesempurna apa pun menurut kita, ternyata di mata orang lain, ada saja kelemahan dan kritikannya. Namun, pastilah ada juga yang memuji dan menyukainya. Jadi, tidak perlu marah dan berkecil hati terhadap komentar orang lain. Asalkan kita mengerjakan semua pekerjaan dengan sungguh-sungguh dan dilandasi niat baik, itulah persembahan terbaik bagi diri kita sendiri.
Pembaca yang budiman,
Memang, kehidupan di dunia ini tidak ada yang sempurna, (mei yu sek jien sek me). Apa yang kita pikirkan, yang kita yakini, yang kita kerjakan, dan yang kita hasilkan, pasti selalu ada sisi pro dan kontra. Maka, kalau kita bersikukuh dengan sesuatu yang kita miliki dan kita yakini, maka hal tersebut bisa jadi justru mendatangkan masalah, konflik, atau bahkan rasa antipati. Tentu, jika itu yang terjadi, akan membuat kita tidak bahagia,
Namun, jika kita mampu menghargai setiap perbedaan sebagai hak asasi setiap insan, maka akan timbul keselarasan dan keharmonisan. Jika kita bisa menerapkan toleransi dan saling menghargai, maka ke mana pun kita pergi, dengan siapa pun kita bergaul, akan selalu ada tempat yang nyaman dan damai buat kita sehingga kebahagiaan selalu kita rasakan.
Salam sukses Luar Biasa!!!
Andrie Wongso
www.andriewongso.com


PESAN IBU
Action & Wisdom Motivation Training

Suatu hari, tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran karena kelaparan sejak pagi belum sarapan. Setelah memesan makanan, seorang anak penjaja kue menghampirinya, "Om, beli kue Om, masih hangat dan enak rasanya."
"Nggak, Dik. Saya lapar mau makan nasi saja," kata si pemuda menolak. Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di luar restoran.
Melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan menyodorkan kuenya. Si pemuda, sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan berkata, "Tidak, Dik. Saya sudah kenyang."
Sambil berkukuh mengikuti si pemuda, si anak berkata, "Kuenya bisa buat oleh-oleh pulang, Om."
Dompet yang belum sempat dimasukan ke kantong pun dibukanya kembali. Lalu, dikeluarkan dua lembar ribuan dan si pemuda menyodorkan kepada si anak penjual kue. "Saya tidak mau kuenya. Uang ini anggap saja sedekah dari saya."
Dengan senang hati si anak itu menerima uangnya dan bergegas keluar restoran. Lalu, ia memberikan uang itu kepada pengemis di depan restoran. Merasa heran dan sedikit tersinggung, si pemuda menegur si anak penjual kue, "Hai, Adik Kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu berjualan kan untuk mendapatkan uang? Kenapa setelah uang ada di tanganmu malah kamu berikan ke orang lain?"
"Om, jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk mendapatkan uang dari usaha berjualan, bukan dari mengemis. Kue-kue ini dibuat oleh Ibu saya sendiri dan Ibu pasti akan sedih dan marah jika saya menerima uang dari Om bukan dari hasil menjual kue. Tadi Om bilang, uang sedekah, maka uangnya saya berikan kepada pengemis itu."
Si pemuda merasa takjub dan menganggukkan kepala tanda mengerti. "Baiklah, berapa banyak kue yang kamu bawa? Saya borong semua untuk oleh-oleh." Si anak pun segera menghitung dengan gembira.
Sambil menyerahkan uang si pemuda berkata, "Terima kasih Dik atas pelajaran hari ini. Sampaikan salam saya kepada ibumu." Walaupun tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira diterimanya uang itu sambil berucap, "Terima kasih, Om. Ibu pasti akan senang sekali, hasil kerja kerasnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami."
Pembaca yang budiman.
Dari hasil didikan seorang ibu yang luar biasa, lahirlah anak yang hebat! Walaupun mereka miskin harta tetapi mereka kaya mental! Menyikapi kemiskinan bukan dengan mengemis dan minta belas kasihan dari orang lain tetapi dengan bekerja keras, membanting tulang. Karena sesungguhnya, KERJA ADALAH KEHORMATAN bagi setiap manusia!
Salam Sukses Luar Biasa!!!
Andrie Wongso
www.andriewongso.com



KEKUATAN PIKIRAN
Action & Wisdom Motivation Training

Dikisahkan, ada seorang ibu yang sangat menyayangi putra tunggalnya. Karena rasa kuatir yang sangat, ditambah maraknya berita penculikan di media massa, si ibu pun memberi nasihat kepada putranya, "Nak, kalau matahari sudah tidak bersinar lagi, jangan keluar rumah ya. Karena saat gelap seperti itulah roh jahat mulai bermunculan. Ada yang disebut kuntilanak, genderuwo, dan lain-lain. Pokoknya mahkluk jelek, hitam, dan jahat. Maka belajar baik-baik di dalam rumah saja ya, terutama malam hari, oke?" sang anak, yang sedikit penakut, dengan senang hati mematuhi nasehat ibunya.
Setelah beranjak remaja, si anak tumbuh menjadi pemuda cilik yang penakut dan pengecut. Seringkali, ketakutannya yang berlebihan itu terbawa-bawa dalam mimpi. Tidak jarang, ketika tidur ia tiba-tiba terbangun dengan berteriak histeris serta bersimbah peluh ketakutan. Kedua orangtuanya pun menjadi khawatir melihat perkembangan jiwa si anak. Berbagai nasehat bernada menghibur yang disampaikan si orangtua kepada anaknya tidak bermanfaat sama sekali. Bahkan, kadang si anak justru merasa orangtuanya berusaha mencelakai dia.
Suatu hari, sang kakek mendengar kondisi cucunya tersebut. Maka, ia pun segera menyempatkan diri berkunjung ke rumah anaknya. Setelah memikirkan dengan seksama, suatu sore, si kakek mengajak cucunya berjalan-jalan ke pasar malam bersama-sama dengan beberapa orang tetangga dan teman si cucu. Sesampainya di pasar malam itu, mereka pun bersenang-senang. Sang cucu dan teman-temannya bermain dan melihat berbagai pertunjukkan hingga malam hari. Setelah puas dan lelah bermain, mereka pun berjalan kaki pulang ke rumah.
Tiba di rumah, si kakek meneruskan berbincang santai dengan cucunya. "Cucuku, terang dan gelap adalah sifat alam. Tidak ada hubungannya dengan roh gentayangan dan kejahatan. Sudah kita buktikan sendiri, kan? Bukankah sepanjang jalan dalam kegelapan tadi tidak ada satu pun roh jahat yang mengganggu? Ketahuilah, roh jahat hanya ada di pikiran kamu sendiri. Usir dia dari pikiranmu, maka tidak akan ada yang namanya roh jahat di muka bumi ini. Kakek yang sudah setua ini telah membuktikan sendiri. Ketakutan hanya ada di pikiran kita. Gunakan pikiranmu untuk hal-hal yang baik, maka engkau akan membuat segalanya menjadi baik, indah, dan membahagiakan."
Demikianlah, berkat kata-kata bijak dari si kakek, lewat proses waktu, akhirnya si cucu mampu mengubah mindset dan memiliki kesehatan mentalitas yang positif. Ia pun tumbuh jadi pemuda yang pemberani.
Pembaca yang budiman,
Mendidik anak dengan nada ancaman atau dengan menakutinya, walaupun untuk tujuan yang baik, bisa berdampak buruk dan merusak kesehatan mental, bila tidak disertai dengan pengertian benar!
Hukum pikiran bersifat universal dan berlaku untuk siapa saja, baik anak-anak atau orang dewasa, yakni you are what you think, Anda adalah apa yang Anda pikirkan! Maka, apa yang kita pikirkan, itulah yang akan terjadi. You are what you believe, Anda adalah apa yang Anda percayai!
Karena itu, kalau yang kita tanamkan ke dalam pikiran kita setiap hari adalah hal-hal yang negatif, dampaknya akan destruktif atau merusak. Sebaliknya, kalau baik dan positif sifatnya, tentu dampak dalam kehidupan kita akan menjadi positif dan konstruktif.
Salam Sukses Luar Biasa!!!!
Andrie Wongso


UBAH DULU YANG DI DALAM
Action & Wisdom Motivation Training

Saat renovasi rumah, si empunya rumah sudah merencanakan memasang sebuah lukisan potret keluarga di ruang tamu yang telah ditatanya dengan indah. Lukisan itu telah dipesan melalui seorang seniman pelukis wajah yang terkenal dengan harga yang tidak murah. Tetapi, saat lukisan itu tiba di rumah dan hendak dipasang, dia merasa tidak puas dengan hasil lukisan dan meminta si pelukis merevisiya sesuai dengan gambar yang dibayangkan.
Apa daya, setelah diperbaiki hingga ketiga kalinya, tetap saja ada sesuatu yang tidak disukai pada lukisan tersebut sehingga setiap si pemilik rumah melintas ruang tamu, selalu timbul ketidakpuasan dan kekecewaan. Itu sangatlah mengganggu pikirannya. Menjadikan dirinya tidak senang, uring-uringan, jengkel, kecewa dan sebal dengan ruang tamunya yang indah itu. Semua gara-gara sebuah lukisan!
Suatu hari, datang bertamu satu keluarga sahabat ke rumah itu. Sahabat ini termasuk pengamat seni yang disegani di lingkungannya. Saat memasuki ruang tamu—setelah bertukar sapa begitu akrab dengan tuan rumah—tiba-tiba mereka bersamaan terdiam di depan lukisan potret keluarga itu. Si tuan rumah buru-buru menyela, “Teman, tolong jangan dipelototi begitu, dong. Aku tahu, lukisan itu tidak seindah seperti yang aku mau, tetapi setelah di revisi beberapa kali jadinya seperti itu, ya udah lah, mau apalagi?”
“Lho, apa yang salah dengan lukisan ini? Lukisan ini bagus sekali, sungguh aku tidak sekedar memuji. Si pelukis bisa melihat karakter objek yang dilukisnya dan menuangkan dengan baik di atas kanvas, perpaduan warna di latar belakangnya juga mampu mendukung lukisan utamanya. Betul kan, Bu?” tanyanya sambil menoleh kepada istrinya.
“Iya, lukisan ini indah dan berkarakter. Jarang-jarang kami melihat karya yang cantik seperti ini. Kamu sungguh beruntung memilikinya,” si istri menambahkan dengan bersemangat. Kemudian, mereka pun asyik terlibat diskusi tentang lukisan itu.
Setelah kejadian itu, setiap melintas di ruang tamu dan melihat lukisan potret keluarga itu, dia tersenyum sendiri teringat obrolan dengan sahabatnya. Kejengkelan dan kemarahannya telah lenyap tak berbekas.
Pembaca yang budiman,
Jika sebuah lukisan tidak bisa diubah atau banyak hal lain di luar diri kita yang tidak mampu kita ubah sesuai dengan keinginan kita atau selera kita, maka tidak perlu menyalahkan keadaan! Karena sesungguhnya, belum tentu lukisan atau keadaan luar yang bermasalah, tetapi cara pandang kitalah yang berbeda. Jika kita tidak ingin kehilangan kebahagiaan maka kita harus berusaha menerima perbedaan yang ada.
Dengan mengubah cara berpikir kita yang di dalam, tentu kondisi di luar juga ikut berubah.
Mari kita pelihara semangat dan kebahagiaan kita, bukan dengan mengubah dunia sesuai dengan keinginan kita, tetapi menerima perubahan dengan cara mengubah yang ada di dalam diri kita terlebih dulu.
Andrie Wongso
Action & Wisdom Motivation Training
Success is my right, sukses adalah hak saya!
Salam sukses luar biasa!!!
www.andriewongso.com

Lesson Study

LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN
LESSON STUDY

oleh:
Slamet Trihartanto,
Widyaiswara LPMP Jateng

A. Pengertian Lesson Study
Lesson Study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun learning community. Lesson study bukan suatu metode pembelajaaraan atau suatu strategi pembelajaran tetapi dalam lesson study dapat memilih dan menerapkan berbagai metode/strategi pembelajaran atau materi pembelajaran yang sesuai dengan situasi, kondisi, atau permasalahan pembelajaran yang dihadapi guru. Lesson study merupakan suatu kegiatan pembelajaran dari sejumlah guru dan pakar pembelajaran yang mencakup 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu: perencanaan (plan), implementasi pembelajaran (do) dan observasi serta refleksi pembelajaran (see) terhadaap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.

1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan identifikasi masalah yang ada di kelas yang akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif pemecahannya. Identifikasi masalah dalam rangka kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif pemecahan masalah tersebut berkaitan dengan pokok bahasan (materi pelajaran) yang relevan dengan kelas dan jadwal pelajaran, karakteristik siswa dan suasana kelas, metode/pendekatan pembelajaran, media, alat peraga, dan evaluasi proses dan hasil belajar.
Dari hasil identifikasi tersebut didiskusikan (dalam kelompok lesson study) tentang pemilihan materi pembelajaran, pemilihan metode dan media yang sesuai dengan karakteristik siswa, serta jenis evaluasi yang akan digunakan. Pada saat diskusi, akan muncul pendapat dan sumbang saran dari para guru dan pakar dalam kelompok tersebut untuk menetapkan pilihan yang akan diterapkan. Pada tahap ini, pakar dapat mengemukakan hal-hal penting/baru yang perlu diketahui dan diterapkan oleh para guru, seperti pendekatan pembelajaran konstruktif, pendekatan pembelajaran yang memandirikan belajar siswa, pembelajaran kontekstual (CTL), pengembangan life skill, Realistic Mathematics Education, PAKEM, pemutakhiran materi ajar, atau lainnya yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pemilihan tersebut.
Hal yang penting pula untuk didiskusikan adalah penyusunan lembar observasi, terutama penentuan aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran dan indikator-indikatornya, yang dilihat dari segi tingkah laku belajar siswa. Aspek-aspek proses pembelajaran dan indikator-indikator itu disusun berdasarkan perangkat pembelajaran yang dibuat serta kompetensi dasar yang ditetapkan untuk dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran.
Dari hasil identifikasi masalah dan diskusi perencanaan pemecahannya, selanjutnya disusun perangkat pembelajaran yang terdiri atas:
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
2. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
3. Media atau alat peraga pembelajaran
4. Instrumen penilaian proses dan hasil pembelajaran
5. Lembar observasi pembelajaran
Perangkat pembelajaran ini dapat disusun oleh seorang guru atau beberapa orang guru atas dasar kesepakatan tentang aspek-aspek pembelajaran yang direncanakan sebagai hasil dari diskusi. Perangkat pembelajaran yang telah disusun perlu dikonsultasikan/diseminarkan dengan para guru dan pakar dalam kelompoknya untuk disempurnakan.
Perencanaan itu dapat juga diatur sebaliknya, yaitu seorang atau beberapa orang guru yang ditunjuk dalam kelompok untuk mengidentifikasi permasalahan dan membuat perencanaan pemecahannya yang berupa perangkat-perangkat pembelajaran untuk suatu pokok bahasan dalam suatu mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam kelompok. Selanjutnya, hasil identifikasi masalah dan perangkat pembelajaran tersebut didiskusikan untuk disempurnakan.

2. Tahap Implementasi dan Observasi
Pada tahap ini seorang guru yang telah ditunjuk oleh kelompoknya mengimplementasikan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) di kelas. Pakar dan guru lain melakukan observasi dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan dan perangkat lain yang diperlukan. Para observer ini mencatat hal-hal positif dan negatif dalam proses pembelajaran, khususnya tentang tingkah laku/belajar siswa. Selain itu dilakukan rekaman video (audio visual) yang mengclose-up kejadian-kejadian khusus kepada siswa atau kelompok siswa selama pelaksaan pembelajaran
Pada saat observasi, observer disarankan untuk melakukan beberapa hal berikut:

a. Mencatat komentar atau diskusi yang dilakukan siswa dan menuliskan nama atau posisi tempat duduk siswa.
b. Membuat catatan tentang situasi ketika siswa melakukan kerjasama atau memilih untuk tidak melakukan kerjasama.
c. Mencari contoh-contoh terjadinya proses konstruksi pemahaman melalui diskusi dan aktivitas belajar yang dilakukan siswa.
d. Mencatat variasi metode penyelesaian masalah dari siswa secara individual atau kelompok, termasuk strategi penyelesaian yang salah.

Selain mencatat beberapa hal penting mengenai aktivitas belajar siswa, seorang observer selama melakukan pengamatan perlu mempertimbangkan atau berpedoman pada sejumlah pertanyaan berikut:
a. Apakah tujuan pembelajaran sudah jelas? Apakah aktivitas yang dikembangkan berkontribusi secara efektif pada pencapaian tujuan tersebut?
b. Apakah langkah-langkah pembelajaran yang dikembangkan berkaitan satu dengan lainnya? Apakah hal tersebut mendukung pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari?
c. Apakah hand-out atau teaching material yang digunakan mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang ditetapkan?
d. Apakah diskusi kelas yang dilakukan membantu pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari?
e. Apakah materi ajar yang dikembangkan guru sesuai dengan tingkat kemampuan siswa?
f. Apakah siswa menggunakan pengetahuan awalnya atau pengetahuan sebelumnya untuk memahami konsep baru yang dipelajari?
g. Apakah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru dapat mendorong dan memfasilitasi cara berpikir siswa?
h. Apakah gagasan siswa dihargai dan dikaitkan dengan materi yang sedang dipelajari?
i. Apakah kesimpulan akhir yang diajukan didasarkan pada pendapat siswa?
j. Apakah kesimpulan yang diajukan sesuai dengan tujuan pembelajaran?
k. Bagaimana guru memberi penguatan kepada siswa selama pembelajaran berlangsung?


3. Tahap Refleksi
Pada tahap ini, guru yang mengimplementasikan rencana pelaksaan pembelajaran diberi kesempatan untuk menyatakan kesan-kesannya selama melaksanakan pembelajaran, baik terhadap dirinya maupun terhadap siswa. Selanjutnya observer (guru lain dan pakar) menyampaikan hasil analisis dan observasinya, terutama yang menyangkut kegiatan siswa selama kegiatan pembelajaran yang disertai dengan pemutaran video hasil rekaman pembelajaran. Terakhir, guru yang melakukan implementasi tersebut memberikan tanggapan baik atas komentar para observer.
Hal yang penting pula dalam kegiatan refleksi ini adalah mempertimbangkan kembali rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun sebagai dasar untuk perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran berikutnya. Apakah rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut telah sesuai dan dapat meningkatkan performance keaktifan belajar siswa? Jika belum ada kesesuaian, hal-hal apa saja yang belum sesuai, metode pembelajarannya, materi dalam LKS, media atau alat peraga, atau lainnya? Pertimbangan-pertimbangan ini selanjutnya digunakan untuk perbaikan rencana pelaksanaan pembelajaran untuk kelas lain oleh guru dalam kelompok tersebut atau untuk perencanaan pelaksanaan pembelajaran pada siklus berikutnya.

B. Manfaat Lesson Study
Seperti dikemukakan di atas, lesson study merupakan suatu model peningkatan kualitas keprofesionalan guru melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif. Hal ini berarti lesson study merupakan suatu kegiatan kelompok guru yang berkeinginan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang diselenggarakannya. Jadi, lesson study merupakan kegiatan dari guru dan untuk guru, agar tugas kewajiban pembelajarannya meningkat kualitasnya. Prinsip dari kegiatan ini adalah bahwa yang mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran dan pemecahannya hanyalah guru, dan bukan orang/pihak lain.
Lesson study dipilih dan diimplementasikan, sekurang-kurangnya ada dua alasan, yaitu:
Pertama, lesson study merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa. Hal ini karena (1) pengembangan lesson study dilakukan dan didasarkan pada hasil “sharing” pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktik dan hasil pembelajaran yang dilakasanakan para guru, (2) penekanan yang mendasar dari lesson study adalah agar para siswa memiliki kualitas belajar yang tinggi, (3) tujuan pembelajaran dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas, (4) berdasarkan pengalaman riil di kelas, lesson study mampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) lesson study menempatkan para guru sebagai peneliti pembelajaran.
Kedua, lesson study yang didesain dengan baik akan menghasilkan guru yang profesional dan inovatif. Dengan melaksanakan lesson study para guru dapat (1) menentukan tujuan pembelajaran yang cocok dengan kebutuhan siswa beserta satuan (unit) pelajaran dan materi pelajaran yang diperlukan; (2) mengkaji dan meningkatkan pembelajaran yang bermanfaat bagi siswa; (3) memperdalam pengetahuan tentang materi pelajaran yang disajikan para guru; (4) menentukan tujuan jangka panjang yang akan dicapai para siswa; (5) merencanakan pelajaran secara kolaboratif; (6) mengkaji secara teliti proses pembelajaran dan perilaku siswa; (7) mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang andal, dan (8) melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang dilaksanakannya berdasarkan perkembangan siswa dan kolega guru.
Lesson study memiliki beberapa manfaat, antara lain:
1. Mengurangi keterasingan guru (dari komunitasnya) dalam perencanaan, pelaksanaan pembelajaran dan perbaikannya.
2. Membantu guru untuk mengobservasi dan mengkritisi pembelajarannya.
3. Memperdalam pemahaman guru tentang materi pelajaran, cakupan dan urutannya.
4. Membantu guru dalam peningkatan yang memfokuskan pada seluruh aktivitas belajar siswa.
5. Meningkatkan kolaborasi antar sesama guru dalam pembelajaran.
6. Meningkatkan mutu guru dan mutu pembelajaran yang pada gilirannya berakibat pada peningkatan mutu lulusan (siswa).
7. Memberi kesempatan kepada guru untuk membuat bermakna ide-ide pendidikan dalam praktik pembelajarannya sehingga dapat mengubah perspektif tentang pembelajaran, dan belajar praktik pembelajaran dari perspektif siswa.
8. Mempermudah guru berkonsultasi kepada pakar dalam hal pembelajaran atau kesulitan materi pembelajaran.
9. Memperbaiki praktek pembelajaran di kelas.
10. Meningkatkan keterampilan menulis karya tulis ilmiah atau buku ajar.

Alasan yuridis pelaksaan lesson study adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, yaitu: Pasal 20: Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban:
a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Pasal 32:
1) Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karier.
2) Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional.



Pasal 34:
1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu:
Pasal 19:
1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

C. Pelaksanaan Lesson Study
Ada enam tahapan dalam mengimplementasikan lesson study di sekolah.
Tahap 1: Membentuk kelompok lesson study, yaitu:
(1) merekrut anggota kelompok
(2) menyusun komitmen bersama, menyusun jadwal pertemuan, dan menyepakati aturan kelompok.
Tahap 2: Memfokuskan lesson study, yaitu: penentuan tema lesson study, dalam hal ini perlu diperhatikan:
(1) Bagaimana kualitas aktual para siswa saat sekarang?
(2) Apa kualitas ideal para siswa yang diinginkan di masa mendatang?
(3) Adakah kesenjangan antara kualitas ideal dan kualitas aktual para siswa yang menjadi sasaran lesson study? Kesenjangan inilah yang dapat diangkat menjadi tema lesson study.
Tahap 3: Merencanakan pembelajaran.
Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat membantu/memandu dalam penyusunan rencana pembelajaran.
a. Apa yang saat ini dipahami oleh siswa tentang topik itu?
b. Kompetensi apa yang diharapkan dimiliki siswa pada akhir pembelajaran?
c. Rentetan pertanyaan dan pengalaman apa yang akan mendorong siswa berpindah dari pemahaman awal menuju pemahaman yang diinginkan?
d. Bagaimana siswa akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut? Apa masalah dan miskonsepsi yang akan muncul? Bagaimana guru akan menggunakan ide dan miskonsepsi untuk meningkatkan pembelajaran tersebut?
e. Apa yang akan membuat pelajaran ini mampu memotivasi dan bermakna bagi siswa?
f. Catatan/data apa yang perlu dibuat oleh observer tentang bagaimana siswa belajar, motivasi belajarnya, dan perilaku siswa selama pembelajaran berlangsung?
Tahap 4: Melaksanakan pembelajaran di kelas dan mengamatinya (observasi).
a. Guru yang ditunjuk mengimplementasikan rencana pelaksanaan pembelajaran yang disepakati
b. Guru lain dan pakar sebagai observer. Observer mengambil tempat sedemikian hingga dapat leluasa mengamati jalannya proses pembelajaran tanpa mengganggu aktivitas dan konsentrasi siswa. Observer tidak diperkenankan melakukan intervensi pada pembelajaran, seperti menegur guru, membantu atau bertanya kepada siswa. Fokus observasi pada aktivitas belajar siswa, baik secara individu maupun kelompok.
c. Dokumentasi proses pembelajaran.
Tahap 5: Mendiskusikan dan menganalisis pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Pada tahap ini, seorang guru senior (fasilitator), atau Kepala Sekolah sebagai moderator yang memimpin jalannya diskusi. Acara diskusi sebagai berikut:
a. Refleksi dari guru pelaksana pembelajaran.
b. Masukan dari observer/pengamat yang didasarkan atas hasil pengamatan, bukan berdasarkan pada teori.
c. Tanggapan balik dari guru pelaksana atas komentar/masukan dari observer.
d. Tanggapan dan saran dari ahli/pakar.
Tahap 6: Merefleksikan pembelajaran dan merencanakan tahap selanjutnya.
Pertanyaan-pertanyaan berikut membantu kita dalam melakukan refleksi terhadap pelaksanaan lesson study maupun memikirkan langkah yang akan dilakukan berikutnya.
a. Apa yang berguna atau nilai tambah apa tentang pelaksanaan lesson study yang telah dikerjakan bersama?
b. Apakah lesson study merupakan suatu cara untuk meningkatkan kualitas praktik pembelajaran sehari-hari?
c. Apakah lesson study membantu mengembangkan pengetahuan kita tentang materi pelajaran serta pengetahuan tentang pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan siswa?
d. Apakah pelaksanaan lesson study menarik bagi kita dalam meningkatkan keprofesionalan guru?
e. Apakah pelaksanaan lesson study yang dilakukan secara kolaboratif/bersama-sama merupakan suatu kerja yang produktif?
f. Sudahkah kita membuat kemajuan pembelajaran melalui pelaksanaan lesson study?
g. Apakah semua anggota kelompok merasa terlibat dan berguna?
h. Apakah pihak yang bukan peserta kelompok memperoleh informasi atau manfaat dari hasil pelaksanaan kegiatan lesson study kita?



Daftar Pustaka
Hendayana, Sumar,dkk. 2006. Lesson Study (Suatu Strategi Untuk Meningkatkan Keprofesionalan Pendidik. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Tim Lesson Study.2007. Rambu-rambu Pelaksanaan Lesson Study.Yogyakarta: Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta

Sumber Belajar

LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR
Slamet Trihartanto, Widyaiswara LPMP Jawa Tengah



PENDAHULUAN
Jika kita bertanya, berapa banyak sumber belajar yang digunakan siswa dalam kegiatan belajar, maka jawabnya bisa jadi hanya dua. Pertama buku dan kedua buku. Artinya, sumber belajar selama ini masih dipahami sebagai buku atau hasil cetak. Proses belajar siswa di sekolah lebih ditandai terutama pada pengembangan ekspresi siswa dalam kegiatan membaca, berbicara, dan menulis berbasis buku.
Jika kondisi seperti itu terus berlanjut, apa yang akan terjadi? Sumber belajar yang terbatas tentu saja akan berpengaruh terhadap proses belajar secara keseluruhan. Kalau kegiatan belajar tidak menyediakan banyak pilihan, siswa akan cepat bosan dan belajar menjadi sesuatu yang menakutkan, tidak menyenangkan.
Untuk menyediakan ragam alternatif dalam kegiatan belajar, usaha pertama adalah optimalisasi sumber belajar. Alam menyediakan banyak hal yang dapat dipelajari oleh siswa. Alam terkembang menjadi guru, begitu kata bijak yang pernah kita dengar. Lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, lingkungan politik, lingkungan industri, realita, produk pabrik, barang cetakan, dan audio visual semua itu dapat kita gunakan sebagai sumber belajar. Sumber belajar itu dapat dikemas menurut keperluan menjadi media, alat peraga pelajaran, atau aktivitas permainan edukatif.
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah membingkai aneka sumber belajar dengan alternatif kegiatan belajar melalui metode dan media belajar. Pendekatan belajar yang akhir-akhir ini dianggap dapat menghubungkan dunia siswa dengan kegiatan belajar yang sesuai dengan tahap-tahap perkembangan siswa adalah belajar siswa aktif (student active learning). Pendekatan ini mengandung prinsip anak senang (joyfull learning), belajar secara aktif (active learning), dan kegiatan belajar berpusat atau berpihak kepada siswa (student centered learning). Tulisan Anthony de Mello berikut ini kiranya dapat menjadi perenungan kita bersama:

Seorang siswa mengeluh kepada gurunya,
“Bapak menuturkan banyak cerita,
Tetapi tidak pernah menerangkan maknanya kepada kami.”

Jawab sang guru,
“Bagaimana pendapatmu, Nak,
Andaikata seorang menawarkan buah kepadamu,
Tetapi mengunyahkannya lebih dahulu kepadamu?”

Tuturan di atas mengisyaratkan bahwa tugas guru adalah melakukan fasilitasi kepada siswa yang memungkinkan mereka dapat belajar. Untuk upaya ini guru perlu pula mengetahui potensi yang ada pada siswa, baik kecerdasan, ekspresi, maupun tahapan tumbuh kembang yang berlangsung pada diri siswa. Beberapa penemuan mengenai hal ini penting untuk diketahui guru. Banyak penemuan mengenai hal ini: Roger Sperry (1960) menemukan fungsi belahan otak kanan dan otak kiri yang berbeda, Howard Gardner(1983) mendalilkan Multiple Intelligence, Daniel Goleman mempublikasikan teorinya tentang Emotional Intelligence, dan banyak penemuan lain tentang perkembangan anak. Agar kesesuaian intervensi dapat dilakukan secara kreatif oleh guru terhadap tumbuh kembang anak, perlu dipikirkan dan dicari stimulasi yang sesuai bagi mereka. Pemanfaatan berbagai sumber belajar secara optimal adalah upaya mencerdaskan siswa secara proporsional sesuai dengan tahap tumbuh kembang mereka.


RAGAM SUMBER BELAJAR
1. Pengertian Sumber Belajar
Sumber belajar adalah bahan yang mencakup media belajar, alat peraga, alat permainan untuk memberikan informasi maupun berbagai keterampilan kepada anak maupun orang dewasa yang berperan mendampingi anak dalam belajar. Sumber belajar itu dapat berupa tulisan (tulisan tangan atau hasil cetak), gambar, foto, narasumber, benda-benda alamiah, dan benda-benda hasil budaya.
Sumber belajar dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu sumber belajar tangan pertama dan sumber belajar tangan kedua. Sumber belajar tangan pertama menunjuk pada otensitas dan orisinalitas. Pada tahap ini belum banyak dilakukan pengolahan, sehingga unsur subjektivitas masih pada tingkat minimal. Sedangkan sumber belajar tangan kedua sudah melalui pengolahan. Sebagai contoh, pelaku sejarah dapat dikategorikan sumber pertama, sedangkan saksi sejarah merupakan sumber kedua. Namun demikian, persoalan ini dapat lebih dikembangkan dengan analisa kritis sumber.


2. Sumber Belajar, Alat Peraga, dan Permainan
Sumber belajar dapat diolah atau dikreasi dengan berbagai metode agar siswa lebih mudah mencerna nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dalam usaha mengkreasi itu, sumber belajar bisa menjadi alat yang dapat berfungsi membantu proses belajar siswa. Hal ini sering disebut Alat dan atau Aktivitas Permainan Edukatif (APE). Alat Permainan Edukatif menunjuk pada benda yang difungsikan, yang dibedakan menjadi Alat Permainan dan Alat Peraga. Alat Permainan merupakan fasilitas yang sudah dibuat sedemikian, misalnya menjadi permainan bongkar pasang, sehingga siswa belajar dengan memainkan fasilitas tersebut. Alat Peraga merupakan fasilitas belajar yang dapat mewakili fungsi atau cara kerja sesuatu, misalnya Alat Peraga Anatomi Tubuh Manusia. Sedangkan Aktivitas Permainan Edukatif menunjuk pada kegiatan yang dapat dilakukan oleh siswa. Misalnya kegiatan percobaan mencampur warna, kegiatan bermain peran, dan sebagainya.

3. Jenis Sumber Belajar
Sumber belajar dapat berupa lingkungan, hasil cetak, rekaman, dan narasumber / orang. Secara garis besar, sumber belajar dapat dikelompokkan menjadi:

a. Lingkungan Alam
Sumber belajar yang masuk dalam kelompok ini merupakan tempat atau alam bebas yang dapat memberikan informasi langsung kepada siswa. Alam menyediakan banyak hal yang dapat dipelajari siswa. Misalnya, siswa dapat menulis puisi atau karangan mengenai hamparan padi di sawah, karang di pinggir pantai, keindahan pegunungan Ngarai Sianok, keganasan Tsunami, dan sebagainya.
b. Lingkungan Sosial
Sumber belajar ini lebih menekankan tempat hasil karya manusia, dan di dalamnya terdapat aktivitas hubungan manusia. Misalnya, siswa dapat langsung bertemu dengan Petani (sebagai narasumber) untuk mengetahui proses penanaman padi. Siswa juga dapat langsung berada di warung untuk mempelajari proses jual beli berlangsung. Jika ban sepeda kempes dan perlu ditambal, reparasi di bengkel juga dapat menjadi sumber belajar yang langsung dilihat siswa. Informasi mengenai alat transportasi dan bagaimana sarana jalan yang menjadi kebutuhan penting masyarakat pun dapat langsung diakses siswa.
c. Lingkungan Budaya
Rumah adat, pakaian adat, tarian daerah, dan peninggalan sejarah berupa candi, naskah kuno, vihara, pura, masjid, klenteng, punden berundak yang masih terletak di tempatnya (insitu) atau disimpan di museum dapat menjadi sumber konkret bagi siswa.

d. Media
Kaset, VCD, acara TV dan radio merupakan sumber belajar berupa audio visual. Sementara gambar, foto, film dokumenter, video dapat dikelompokan dalam sumber belajar visual. Kaset dan CD banyak membantu ketika digunakan sebagai media belajar bahasa. Logat, intonasi, dan ciri khasnya dapat dipertahankan seperti penutur aslinya. VCD dapat memuat potret peristiwa secara lengkap, misalnya peristiwa runtuhnya gedung World Trade Centre di Amerika Serikat. Oleh karenanya, VCD merupakan sumber belajar yang dapat menyajikan lebih banyak informasi dibanding kaset atau CD.
e. Hasil Cetak
Koran, majalah, buku, brosur, leaflet merupakan sumber belajar penting bagi siswa. Sumber belajar ini dapat memberikan banyak informasi kepada siswa. Misalnya tentang peristiwa tertentu, tempat, bahkan iklan, dan data-data lain yang dibutuhkan.
f. Realita
Kerang-kerangan, batu-batuan, bunga-bungaan, biji-bijian, dapat menjadi sumber belajar yang memberi informasi penting demi perkembangan siswa. Warna-warna batu dan jenis batu dapat memberi khasanah pengetahuan bagi siswa. Begitupun dengan bunga dan kerang, jika dapat digunakan berdasarkan konteks kegiatan belajar akan menjadi sumber belajar yang tidak sekadar indah untuk dipandang, tetapi sekaligus memberikan pengetahuan yang kadang tidak cukup untuk sekadar diceramahkan.
g. Produk Pabrik
Produk pabrik dapat memberikan informasi, minimal memberikan gambaran kemajuan teknologi negara produsennya. Misalnya, boneka-boneka lebih banyak dibuat oleh Cina. Selain itu lewat produk pabrik dapat lebih diketahui berbagai informasi tentang negara itu, baik lokasinya di dalam peta, gegrafisnya, penduduk, dan sebagainya.



SUMBER BELAJAR DAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN BELAJAR

Sumber belajar memiliki keanekaragaman dan tersebar luas di ligkungan sekitar kita. Bagaimana cara agar sumber belajar dapat mendukung dan berdayaguna secara optimal di dalam Kegiatan Belajar Siswa? Keanekaragaman dan sebaran sumber belajar akan dapat berdaya guna secara optimal apabila dapat dengan mudah diakses di dalam proses belajar. Oleh karenanya perlu ada persiapan sebelum proses belajar dimulai. Persiapan ini meliputi, pertama inventarisasi sumber belajar yang ada, kedua perlunya ruang belajar yang mendukung (dalam hal ini ruang kelas bukan satu-satunya ruang belajar siswa), ketiga perlunya pengorganisasian yang memberi situasi kondusif dalam melakukan belajar.
1. Inventarisasi Sumber Belajar
Inventarisasi ini dapat dimulai dengan mengelompokkan sumber belajar berdasarkan tempat. Artinya perlu dipilah mana sumber belajar yang dapat diakses di dalam ruangan, dan mana sumber belajar yang hanya dapat diakses di luar ruangan. Sumber belajar yang bisa diakses di dalam ruangan perlu kembali dilihat dan diberi catatan berdasarkan kebutuhan, yang bisa berdasarkan multi-kecerdasan, mata pelajaran, atau bentuk kegiatan yang akan dilakukan.
Khusus sumber belajar yang berada di luar ruangan dapat dikategorikan mulai dari yang paling dekat dan dilanjutkan dengan mencermati satu per satu tingkat kesulitan dalam mengakses sumber belajar tersebut. Apakah memerlukan biaya, misalnya untuk transportasi? Bagaimana waktu yang disediakan untuk kegiatan belajar? Lalu kegiatan belajar macam apa yang sesuai dilakukan?
Inventarisasi ini sangat penting dan mendukung di dalam mengelola sumber belajar. Maka tinggal melengkapi mana yang kurang dan mana yang belum dimanfaatkan di dalam kegiatan belajar. Ketelitian dan kreativitas pendidik sangat mendukung kegiatan inventarisasi ini.
2. Ruang Belajar yang Mendukung
Ruang belajar yang dimaksud di sini tidak terbatas di dalam kelas. Kegiatan belajar dapat dilakukan baik di dalam kelas maupun di luar kelas, di rumah atau di mana saja. Namun demikian, hanya ada alasan yang mendukung atas pilihan ruang kegiatan tersebut. Yakni, sejauh hal itu mendukung terciptanya suasana yang kondusif terhadap keberlangsungan kegiatan belajar. Dalam hal ini siswa perlu dilibatkan dalam persiapan pemilihan tempat dan kegiatan yang akan dilakukan. Dengan demikian siswa ikut diberi tanggungjawab ketika kegiatan berlangsung. Jika perlu, tata tertib dan aturan mainnya bisa disepakati oleh siswa sendiri atas fasilitasi guru yang mendampingi mereka.
3. Pengorganisasian Kegiatan Belajar di Sekolah
Pengorganisasian kegiatan belajar menjadi prasyarat penting untuk terjadinya interaksi antara siswa – siswa – guru – sumber belajar. Interaksi atau dialog yang dimaksud tetap berpusat pada siswa. Ini berarti guru lebih berfungsi sebagai fasilitator dan dinamisator, sementara sumber belajar cukup tersedia sehingga memberi keleluasaan kepada siswa untuk semakin mudah melakukan proses belajar. Pengorganisasian ini dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Sebaran Perhatian Guru
Dalam proses kegitan belajar terdapat dua subjek yang tidak dapat berdiri tunggal, yakni guru dan siswa. Guru perlu mengetahui siswa secara pribadi. Artinya, masing-masing potensi yang ada pada siswa perlu dipantau dan dicatat perkembangannya. Dengan demikian, ketika terjadi proses belajar guru dapat memfasilitasi dan memandu siswa berdasarkan perkembangan yang terjadi pada siswa. Hal ini perlu dilakukan mengingat setiap siswa memiliki cara belajar yang beragam. Ada yang visual, kinesthetic, auditory. Masing-masing siswa memerlukan fasilitas yang berbeda kendatipun materi yang dipelajari sama. Maka guru perlu memperhatikan siswa secara saksama, tidak sekadar mencegah agar siswa tidak gaduh. Sebaliknya guru justru perlu bertanya, Mengapa siswa gaduh?
b. Mobilitas Guru dan Siswa
Ruang gerak guru sebaiknya diatur dan disesuaikan dengan tata letak fisik seperti bangku, papan tulis, rak sumber belajar, rak buku, dan kegiatan yang dilakukan siswa. Hal ini dilakukan agar siswa dapat melakukan kegiatan belajarnya dengan aktif dan mandiri. Sementara itu guru melakukan pendampingan ketika siswa menemui persoalan dan membutuhkan panduan dari guru. Maka ruang gerak guru perlu diatur agar tidak mengganggu konsentrasi siswa lain dalam melakukan kegiatan belajarnya.

c. Interaksi Guru dan Siswa
Interaksi dalam kegiatan belajar sebaiknya berlangsung antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa. Oleh karenanya perlu disuasanakan agar interaksi tersebut tidak menimbulkan tubrukan kepentingan. Justru sebaliknya, kepentingan tersebut diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga antara siswa dan guru, serta siswa dan siswa dapat saling mendukung kegiatan yang berlangsung.
Ketiga aspek di atas dapat tercipta apabila didukung pengorganisasian komponen-komponen yang terkait dalam proses kegiatan belajar, terutama di dalam kelas. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1) Pengorganisasian Fisik
Secara umum komponen fisik kelas meliputi meja bangku siswa dan guru, papan tulis, rak buku, rak alat peraga, sumber belajar, dan papan pajang. Sumber belajar dalam pengorganisasian fisik memiliki peran utama sebagai alat yang membantu kegiatan belajar anak. Lebih baik ruangan dipenuhi dengan Alat Permainan Edukatif (APE) dan pajangan hasil karya anak daripada pajangan yang seringkali tidak memiliki fungsi edukatif dan tidak pernah digunakan sepanjang tahun.
2) Pengorganisasian Kegiatan
Kegiatan belajar siswa aling tidak dapat diorganisasikan menjadi kegiatan individual, kegiatan berpasangan, kegiatan kelompok, dan kegiatan klasikal. Perlu diingat, kegiatan klasikal sampai saat ini mendominasi hampir seluruh kegiatan yang dilakukan sekolah-sekolah di Indonesia. Hal ini boleh saja dilakukan, namun demikian bukanlah satu-satunya. Apalagi mengingat bahwa setiap siswa itu unik, artinya satu sama lainnya berbeda. Oleh karenanya, jika kelas (klasikal) “ramai” bisa karena sebagian siswa tidak dapat belajar secara klasikal. Mungkin saja siswa itu dapat melakukan kegiatannya dengan cara individual, berpasangan, atau kelompok. Dengan demikian lebih baik melakukan banyak alternatif pengorganisasian kegiatan belajar daripada guru harus selalu waspada dan sibuk dengan rasa kawatir kalau siswanya ngantuk atau gaduh. Lebih dari itu, sumber belajar perlu disesuaikan dengan kegiatan yang sedang dilakukan, baik kegiatan pribadi, berpasangan, berkelompok, atau klasikal.

3) Pengorganisasian siswa
Seperti halnya pengorganisasian kegiatan, pengorganisasian siswa dilakukan dengan berbagai alternatif. Siswa dalam melakukan kegiatan belajar dapat diatur berdasarkan jenis kelamin, tempat tinggal, minat, dan kemampuan. Sebagai contoh, siswa melakukan kegiatan belajar berpasangan, pasangan ini dapat diatur lagi berdasarkan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Atau berdasarkan minatnya pada bidang tertentu dan seterusnya. Dalam hal ini sumber belajar juga disesuaikan dengan konteks pengorganisasian yang berlangsung.
4) Pengorganisasian Waktu
Persoalan waktu seringkali menjadi persoalan tersendiri dalam membuat siswa aktif. Hal ini sebenarnya tidak perlu dikawatirkan manakala kegiatan belajar sudah dipersiapkan dengan baik. Persiapan ini mulai dari pengorganisasian fisik, kegiatan, dan siswa. Kemudian setiap kegiatan sudah terencana berdasarkan tahap-tahapnya. Setiap kegiatan direncanakan dan diprediksi waktu yang dibutuhkan. Dengan demikian kegiatan belajar dapat disesuaikan dengan yang ada.

PEMILIHAN SUMBER BELAJAR
Pemilihan sumber belajar bersangkutan dengan kesesuaian konteks antara sumber belajar dengan kebutuhan atau penekanan yang dilakukan di dalam proses kegiatan belajar. Penekanan ini dapat berdasarkan Taksonomi Bloom, multi kecerdasan, dan pengorganisasian kegiatan yang dilakukan.
1. Taksonomi Bloom
Bloom membagi tiga wilayah yaitu kognisi, afeksi, dan psikomotor dalam konteks pembelajaran. Kognisi merupakan wilayah pada diri siswa yang melibatkan kemampuan penalaran, akal, dan logika. Kognisi biasanya dikaitkan dengan pengetahuan, hafalan, dan pemikiran linier. Dalam hal ini proses belajar di sekolah-sekolah didominasi oleh aspek kognisi tanpa banyak diimbangi dengan aspek lain. Afeksi merupakan wilayah pada diri siswa yang melibatkan rasa, intuisi, insting, atau emosi. Materi-materi yang dikemas dalam kegiatan belajar seringkali minim muatan afeksinya. Misalnya, pelajaran drama, menulis puisi, mengarang cerita, menyanyi, dan bermain musik sering dianggap pelajaran yang tidak utama. Psikomotor merupakan wilayah pada diri anak yang bersinggungan dengan koordinasi gerakan tubuh. Pelajaran ini juga dianggap tidak utama. Oleh karenanya jam pelajaran yang memuat aspek ini hanya diberi jatah minim di sekolah-sekolah.

2. Multi-Kecerdasan
Pemilihan sumber belajar dapat didasarkan oleh pertimbangan penekanan multi-kecerdasan sebagai berikut.
a. Kinestetik (Body Smart), kecerdasan yang melibatkan bahasa tubuh, olah raga, dan pemrosesan pengetahuan melalui indera tubuh.
b. Bahasa (Word Smart), kecerdasan ini dapat dilihat dari kemampuan menggunakan bahasa yang efektif. Kecerdasan bahasa berkaitan dengan kemampuan mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis.
c. Musikal (Music Smart), kecerdesan ini dalam bentuk yang menonjol akan memunculkan diva dan virtuoso piano dari seni dan budaya. Kecerdasan ini melibatkan kemampuan menyanyikan lagu, menghafal melodi musik, mempunyai kepekaan irama, atau sekadar menikmati irama.
d. Visual-spasial (Picture Smart), kecerdasan ini melibatkan keampuan memindah objek ke dalam kepala atau visualisasi dua atau tiga dimensi. Seniman dan ilmuwan yang menemukan hal baru merupakan contoh seseorang yang memiliki kecerdasan visual spasial tinggi. Secara sederhana kecerdasan ini terwujud dalam kemampuan seseorang dalam menikmati dan mengapresiasi barang seni dan keindahan.
e. Logika-matematika (Number Smart), kecerdasan ini memiliki keterampilan untuk mengolah angka-angka dan mahir dalam menggunakan logika atau akal sehat.
f. Interpersonal (People Smart), kecerdasan ini melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain. Juga kemampuan dalam hal berteman dan memahami orang lain.
g. Intrapersonal (Self Smart), kecerdasan untuk memahami diri sendiri, yakni kecerdasan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan diri. Kemampuan mengenali bakat dan potensi, mengembangkannya untuk mencapai keberhasilan merupakan wujud kecerdasan diri sendiri.
3. Organisasi Kegiatan
a. Individual/perorangan. Dalam kegiatan belajar yang dilakukan secara perorangan, masing-masing siswa melakukan kegiatan. Kegiatan ini bisa dilakukan bersama-sama tetapi juga masing-masing siswa melakukannya secara pribadi.
b. Berpasangan. Kegiatan belajar berpasangan dilakukan lewat kerjasama dua orang. Kegiatan ini didasarkan pada pembagian tugas anggota pasangan. Masing-masing siswa melakukan kegiatan yang tidak berdiri sendiri. Apa yang dilakukan salah seorang siswa merupakan bagian tugas pasangannya.
c. Kelompok. Kegiatan belajar kelompok dilakukan melalui kerjasama lebih dari dua orang. Dalam kegiatan kelompok perlu diperhatikan jumlah anggota kelompok yang terlibat. Dengan demikian masing-masing anggota memiliki peran dan melakukan tugas. Penting untuk dihindari ada anggota kelompok yang tidak mendapat dan melakukan tugas.
d. Klasikal. Kegiatan belajar ini dilakukan secara bersama-sama dalam satu kelas.

PENUTUP
Penemuan mutakhir tentang psikologi anak dan bagaimana seharusnya pendidikan dilakukan kiranya semakin membuka wawasan kita, bahwa belajar menjadi syarat utama dalam kancah peradaban umat manusia dewasa ini. Tidak saja perlu disadari bahwa dunia terus menerus mengalami perkembangan dan perubahan. Lebih dari itu, dari proses belajr dapat dipetik sebuah makna bahwa dalam prosesnya kesalahan dan kekeliruan bukan menjadi hal yang tabu. Kesalahan dan kekeliruan menjadi bagian dalam proses belajar. Kita dapat belajar dari kesalahan, agar pada waktu berikutnya proses belajar berjalan semakin baik, benar, dan penuh harapan.
Kata kunci dari belajar adalah semangat dengan dasar jiwa eksploratif, kreatif, dan berpikir komprehensif. Eksploratif mengandung pengertian sebuah usaha yang terus-menerus dilakukan dalam mencari dan mengungkap banyak hal secara benar. Kreatif dapat berarti suatu cara melakukan sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada. Ia memberi makna baru, sesuatu yang unik. Sedangkan komprehensif dipahami sebagai sesuatu yang menyeluruh, seimbang, proporsional, tidak berat sebelah, objektif dan tidak diskriminatif. Dengan demikian aktualisasi diri dapat diimbangi dan diletakkan dalam konteks hidup bersama dengan orang lain dalam lingkungan sosial yang ada. Bagaimana pun manusia bersifat jamak, ia ingin berkelompok dan sekaligus tetap menjaga ciri perseorangan.
Dalam konteks pendidikan siswa perlu didampingi dalam proses mencari jati diri dalam rangka mengaktualisasikan dirinya di dalam dunia. Penemuan tentang belahan otak kanan dan otak kiri, yang memiliki kekhususan fungsi mencerna stimulasi, dapat dipakai sebagai rujukan dalam rangka keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan yang berlangsung pada siswa. Asumsinya, ketika terjadi keseimbangan fungsi belahan otak kanan dan otak kiri, demikian ia seimbang dalam kerja koordinasinya pada keseluruhan tubuh. Hal itu tampak nyata pada pikiran, perasaan, sikap, dan tindakan yang dilakukan. Siswa diharapkan tahu (penalaran dan pengetahuannya jalan), mau (tumbuh motivasi untuk melakukan), dan mampu (dapat melakukan dalam tindakan). Dalam versi UNESCO prinsip ini disebut Learning to know, Learning to do, Learning to be, dan Learning to live together.
Dalam proses belajar stimulasi tidak dapat diabaikan. Stimulasi dapat mendorong siswa untuk mengetahui, merasakan, dan melakukan kegiatan. Pada dasarnya stumulasi ini dapat diciptakan, salah satunya dengan cara mengeksplorasi sumber belajar menjadi alat permainan – peraga edukatif dan aktivitas permainan edukatif. Dalam konteks ini peran guru diperlukan agar proses belajar siswa semakinoptimal dan berdaya guna bagi tumbuh kembangnya.
Tidak kalah penting dari itu, suasana belajar yang memberi keleluasaan siswa dengan berbagai pilihan. Hal ini merupakan unsur pendukung keberlangsungan kegiatan belajar. Suasana belajar yang menyenangkan membuat siswa kerasan dan menikmati kegiatan yang dilakukan. Dengan begitu belajar dapat menjadi kebutuhan dasar bagi setiap siswa, bahkan seumur hidupnya.

Buku bacaan:
Tulisan di atas merupakan ringkasan bebas dari buku
“Sumber Belajar Anak Cerdas: Bagaimana Menggunakan Sumber Belajar dari Lingkungan Sekitar?” : Sri Joko Yunanto, Grasindo, 2004

Prolog

Assalumualaikum Wr.Wb.,
Sudah lama saya didorong oleh beberapa teman untuk memiliki blog. Sebenarnya keinginan untuk memiliki blog juga lama ada dalam benak saya. Namun, karena beberapa kendala teknis baru sekaranglah saya dapat mewujudkan.
Ada beberapa nama yang ingin kusampaikan ucapan terima kasih karena mereka yang memicu dan memacu saya membuat blog. Terima kasih kepada Hari Wibawanto, Dosen Unnes, narasumber ICT program BERMUTU. Beliaulah yang memicu saya untuk membuat blog ini di Hotel Aston Marina-Jakarta, saat mengikuti pelatihan tanggal 1-5 Juni 2009. Selanjutnya, terima kasih untuk teman baik saya di LPMP "duo Aris" yaitu Aris Abimanyu dan Aris ristiyanto, staf ICT LPMP yang terus memacu dan mengarahkan saya dalam pembuatan blog ini.
Saya menyadari masih banyak kelemahan dalam blog ini. Dilandasi prinsip "lebih baik segera mengawali langkah pertama daripada menunda dan menunggu mampu berlari", blog ini saya buat dengan sederhana, sebisanya, seadanya. Upaya membuat lebih baik jelas akan terus saya lakukan. Yang penting sekarang saya dapat berkomunikasi dengan para guru --merekalah sasaran utama blog ini-- di manapun. Dapat berbagi pengalaman dan pemikiran dengan mereka adalah tujuan pokok pembuatan blog ini. Semoga.
Wassalamualaikum

Media Pembelajaran

  • MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
    Slamet Trihartanto, Widyaiswara LPMP Jawa Tengah




    A. Latar Belakang
    Pendidikan adalah investasi jangka panjang, karena hasil dari proses pendidikan akan dirasakan baik untuk saat ini maupun untuk waktu yang akan datang. Kondisi yang akan datang dapat dibentuk melalui pendidikan yang sedang kita lakukan sekarang, artinya bahwa pendidikan harus dapat menyiapkan dan menjawab tantangan dan kebutuhan di masa yang akan datang.
    Disadari atau tidak kita sedang menuju era globalisasi. Pengaruh globalisasi ini semakin terasa dengan semakin banyaknya saluran informasi dalam berbagai bentuk media.
    Media telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita, meskipun dalam derajat yang berbeda-beda. Di negara yang telah maju, media telah mempengaruhi kehidupan hampir sepanjang waktu. Waktu yang terpanjang, yang paling berpengaruhi itu adalah waktu yang digunakan untuk bersekolah (Miarso,1989).
    Perkembangan media pengajaran itu sendiri diawali oleh Komensky, dalam bukunya Orbis Sensualium Pictus (Dunia Tergambar) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1657. Buku ini sebenarnya hanya buku bergambar, tetapi pembuatannya telah menggunakan prinsip-prinsip yang modern. Konsep dasar yang digunakan oleh Komensky berasal dari pernyataan Aristoteles: “Nihil est in intellect, quod non prius fuit in sensu” (tak ada sesuatu dalam akal pikiran tanpa lebih dulu melakukan penginderaan).
    Perkembangan media pengajaran menurut Asbhy (1972) seperti yang dikutip oleh Miarso, telah menimbulkan revolusi empat kali dalam dunia pendidikan. Revolusi pertama telah terjadi beberapa puluh abad yang lalu, yaitu pada saat orang tua menyerahkan pendidikan anak-anaknya kepada orang lain yang berprofesi sebagai guru; revolusi kedua terjadi dengan digunakannya bahasa tulisan sebagai sarana utama pendidikan; revolusi ketiga timbul dengan tersedianya media cetak yang merupakan hasil ditemukannya mesin teknik percetakan; dan revolusi keempat berlangsung dengan meluasnya penggunaan media komunikasi elektronik.
    Sekarang ini kita hidup dalam era informasi yang ditandai dengan tersedianya informasi yang semakin banyak dan bervariasi, tersebarnya informasi yang makin meluas dan seketika, serta tersajinya informasi dalam berbagai bentuk dalam waktu yang cepat. Karena semua usaha pengumpulan, engolahan, penyimpanan, dan penyajian informasi senantiasa menggunakan media, maka era ini dapat pula disebut lingkungan bermedia.

    B. Tujuan
    Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca (khususnya guru) dapat menerapkan berbagai macam media pembelajaran dalam proses belajar mengajar agar kompetensi yang ditetapkan dapat tercapai.

    C. Ruang Lingkup
    Makalah ini membicarakan masalah media pembelajaran yang dikaitkan dengan aspek keterampilan berbahasa, yaitu: mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Makalah ini membahas hal yang penting karena pengajaran bahasa Indonesia tanpa dibantu dengan metode, teknik, dan media yang tepat maka tujuan pembelajarannya tidak akan tercapai secara maksimal. Karena itu, bahan ajar ini mencoba menerapkan contoh-contoh media pembelajaran yang berkaitan dengan aspek keterampilan berbahasa.


    A. Pengertian Media Pembelajaran
    Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan. Cukup banyak batasan yang dibuat orang. Asosiasi Teknologi Pendidikan misalnya mengatakan bahwa media adalah segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyampaikan pesan atau informasi.
    Gagne (1978) mengartikan media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara Heinich dan Russell (1989) mengartikan media sebagai saluran untuk komunikasi yang berasal dari bahasa Latin yang berarti “antara” yang digunakan untuk menyalurkan informasi antara pengirim dan penerima. Dari batasan-batasan itu dapat kita rumuskan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa.

    B. Manfaat dan Pedoman Penggunaan Media
    Media sangat bermanfaat untuk menunjang proses pembelajaran, manfaat itu adalah sebagai berikut.
    Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para siswa. Pengalaman tiap-tiap siswa berbeda. Kehidupan keluarga dan masyarakat sangat menentukan macam pengalaman yang dimliki oleh siswa. Dua anak yang hidup di dua masyarakat atau lingkungan yang berbeda, akan mempunyai pengalaman yang berbeda. Ini disebabkan karena berbedanya “kesempatan untuk mengalami” yang diperoleh anak-anak. Ketersediaan buku, bacaan-bacaan, kesempatan berdarmawisata, dan lain-lain adalah faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak-anak. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan-perbedaan ini jika siswa tidak mungkin untuk dibawa ke objek yang dipelajari, maka objeklah yang dibawa ke siswa.
    Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh siswa. Ini disebabkan oleh:
  • objek terlalu besar, misalnya lingkungan pasar, terminal, stasiun, pelabuhan, candi, ikan paus, dan lain-lain. Dengan media seperti gambar, foto, slide, atau film, kita dapat menampilkannya ke hadapan siswa;
  • beberapa objek, makhluk hidup, dan gerakan-gerakan terlalu kecil untuk diamati dengan mata telanjang, misalnya: bakteri, sel darah, protozoa, dan lain-lain. Dengan bantuan gambar, film, dan mikroskop sebagai media pembelajaran dapat memperbesar dan memperjelas objek-objek tadi.
  • gerakan-gerakan yang terlalu lambat untuk diamati seperti proses kepompong menjadi kupu-kupu dapat diikuti prosesnya dalam beberapa saat saja dengan teknik time-lapse dengan media fotographi, film, atau komputer;
  • gerakan-gerakan yang terlalu cepat dan sulit ditangkap mata biasa, misalnya kepakan sayap burung, laju peluru, komet, dan lain-lain dapat diamati dengan media;
  • ada kalanya objek yang akan dipelajari terlalu kompleks seperti peredaran darah atau siklus air hujan dapat ditampilkan dengan gambar, skema, atau simulasi komputer;
  • bunyi-bunyi yang amat halus yang semula tidak mungkin ditangkap telingan menjadi jelas didengar dengan menggunakan media;
  • rintangan-rintangan untuk mempelajari musim, iklim, dan geografi secara umum dapat diatasi. Kehidupan ikan-ikan di dasar laut atau kehidupan gajah di hutan dapat dihadirkan di depan kelas melalui media;
  • kejadian langka yang terjadi di masa lalu atau terjadi sekali dalam puluhan tahun dapat ditampilkan melalui rekaman video, film, foto, dan slide;
  • kejadian atau percobaan yang dapat membahayakan dapat disimulasikan dengan media seperti komputer, film, dan video.
    3. Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dan lngkungannya.
    4. Media mengahasilkan keseragaman pengamatan. Persepsi yang dimiliki si A berbeda dengan si B, bila si A hanya pernah mendengar sedangkan si B pernah melihat sendiri bahkan pernah memegang, meraba, dan merasakannya. Pengamatan yang dilakukan oleh siswa bersama-sama diarahkan kepada hal-hal yang penting yang dimaksudkan oleh guru.
    5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkret dan realistis. Sering kali sesuatu yang diterangkan oleh guru diterima sebagai konsepsi yang berbeda oleh siswa yang berbeda pula. Penggunaan media seperti gambar, film, objek, model, grafik, dan lain-lain bisa memberikan konsep dasar yang benar.
    6. Media membangkitkan motivasi dan rangsangan anak untuk belajar. Pemasangan gambar-gambar di papan tempel, pemutaran film, mendengarkan rekaman atau radio merupakan rangsangan-rangsangan tertentu ke arah keinginan untuk belajar.
    7. Media membangkitkan keinginan dan minat guru. Dengan menggunakan media pembelajaran, horizon pengalaman anak semakin luas, persepsi semakin tajam, konsep-konsep dengan sendirinya semakin lengkap. Akibatnya keinginan dan minat untuk belajar selalu muncul.
    8. Media memberikan pengalaman yang integral atau menyeluruh dari yang konkret sampai hal yang bersifat abstrak. Sebuah film Candi Borobudur misalnya, dapat memberikan imaji yang konkret tentang wujud, ukuran, lokasi candi, dan sebagainya.

    Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis dengan memusatkan perhatian kepada siswa. Program pembelajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa dengan tujuan yang kan dicapai. Dalam perencanaan ini media yang akan dipakai dan cara penggunaannya harus dipertimbangkan dan ditentukan dengan saksama.
    Ada beberapa pedoman umum yang perlu diperhatikan dalam penggunaan media dalam proses pembelajara.
    Tidak ada satu media yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran, karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
    Penggunaan media harus didasarkan pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
    Penggunaan media harus mempertimbangkan kecocokan ciri media dengan karakteristik materi pelajaranyang disajikan.
    Penggunaan media harus disesuaikan dengan bentuk kegiatan belajar yang akan dilaksanakn, seperti belajar secara klasikal, belajar dalam kelompok kecil, belajar secara individual.
    Penggunaan media harus disertai persiapan yang cukup, seperti mengecek media yang akan dipakai, mempersiapkan serbagai peralatan yang dibutuhkan di ruang kelas sebelum pengajaran di mulai.
    Siswa perlua disiapkan sebelum media pembelajaran digunakan agar mereka dapat mengarahkan perhatian pada hal-hal yang penting selama penggunaan media.
    Penggunaan media harus diusahakan agar senantiasa melibatkan partisipasi aktif para siswa.

    C. Jenis dan Klasifikasi Media Pembelajaran
    Ada banyak media pembelajaran, mulai dari yang sangat sederhana hingga yang kompleks dan rumit, mulai dari yang hanya menggunakan indera mata hingga perpaduan lebih dari satu indera. Dari yang murah dan tidak memerlukan listrik hingga yang mahal dan sangat tergantung pada perangkat keras.
    Dalam perkembangannya media mengikuti perkembangan teknologi. Teknologi yang paling tuan yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah percetakan yang bekerja atas dasar prinsip mekanis. Kemudian lahir teknologi audio-visual yang menggabungkan penemuan mekanis dan elektronis untuk tujuan pembelajaran. Teknologi yang muncul terakhir adalah teknologi mikroprosesor yang melahirkan pemakaian komputer dan kegiatan interaktif (Arsyad, 2006:29). Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, media pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis, yaitu:
  • media hasil teknologi cetak,
  • media hasil teknologi audio-visual,
  • media hasil teknologi berbasis komputer, dan
  • media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer.
    Pengelompokan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi perkembangan teknologi oleh Seels dan Glasgow yang dikutip Arsyad (2006:33) dibagi ke dalam dua kategari luas, yaitu pilihan media tradisional dan pilihan media teknologi mutakhir.
    1. Pilihan Media Tradisional
    a. Visual diam yang diproyeksikan (proyeksi tak tembus pandang, proyeksi overhead, slide, filmstrips)
    b. Visual yang tak diproyeksikan (gambar, poster, foto, charts, grafik, diagram, pameran, papan info, papan bulu/flanel)
    c. Audio (rekaman piringan hitam dan pita kaset)
    d. Penyajian multimedia (slide plus suara, paduan gambar-suara, dan multi image)
    e. Visual dinamis yang diproyeksikan (film, televisi, video)
    f. Cetak (buku teks, modul, teks terprogram, buku kerja, majalah berkala, lembaran lepas atau hand-out)
    g. Permainan (teka-teki, simulasi, permainan papan)
    h. Realia (model, specimen/contoh, manipulatif (peta, globe, boneka))
    2. Pilihan Media Teknologi Mutakhir
    a. Media berbasis telekomunikasi (teleconference dan telelecture)
    b. Media berbasis mikroprosesor ( pembelajaran berbantuan komputer, permainan komputer, pembelajaran interaktif, hypermedia, dan compact video disc)

    Pengelompokan media yang banyak dianut oleh para pengelola pendidikan adalah seperti yang disampaikan oleh Kemp dan Dayton (1985). Oleh mereka, media dikelompokkan dalam delapan jenis, yaitu:
    1. Media cetak,
    2. Media pajang,
    3. Overhead transparacies (OHT) dan Overhead Projector (OHP),
    4. Rekaman audiotape,
    5. Slide dan filmstrip,
    6. Penyajian multi-image,
    7. Rekaman video dan film, dan
    8. Komputer.

    Setiap media sudah pasti memiliki kelebihan dan keterbatasan dalam penggunaannya. Seorang guru seharusnya dapat mengkaji kelebihan dan keterbatasan itu, kemudian menjadikan kajiannya itu sebagai bahan pertimbangan dalam memilih dan menggunakan media dalam proses pembelajaran yang dilakukan di sekolah.

    D. Penggunaan Media Pembelajaran
    Setelah memahami pengertian, manfaat, dan jenis media pembelajaran, kini pembahasan akan mengerucut pada penggunaan media dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Berikut ini disajikan alternatif penggunaan media untuk menunjang pencapaian kompetensi dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang menekankan pada keterampilan berbahasa.

    1. Alternatif media dalam pembelajaran bahasa Indonesia
    a. Dalam pembelajaran mendengarkan, media yang dapat digunakan yaitu: radio, tape recorder, video, dan laboratorium bahasa.
    b. Dalam pembelajaran berbicara, media yang dapat digunakan yaitu: permainan, gambar, kartu kata dan kalimat, wacana, teks puisi, dan lingkungan.
    c. Dalam pembelajaran membaca, media yang dapat digunakan yaitu bahan cetakan seperti buku, modul, lembaran lepas, kliping berupa wacana atau cerita.
    d. Dalam pembelajaran menulis, media yang dapat digunakan yaitu: gambar, foto, lingkungan, papan pajang, pengalaman siswa, dan televisi.

    2. Penggunaan media dalam proses pembelajaran
    Berikut ini disajikan contoh atau model pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Sebagai sebuah model, sangat diharapkan guru dapat menyesuaikan atau mengembangkannya sesuai dengan kondisi sekolah yang bersangkutan.

    Model Pembelajaran Mendengarkan
    Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
    Kelas/Semester : I/1
    Tema : Lingkungan
    Sub Tema : Suara binatang di sekitar rumah
    Aspek : Mendengarkan
    Waktu : (2x35 menit)
    A. Kompetensi Dasar
    Membedakan berbagai bunyi
    B. Indikator
    1. dapat menebak bunyi/suara secara tepat
    2. dapat menirukan bunyi/suara hewan tertentu
    C. Materi Pembelajaran
    Perbedaan suara binatang, misalnya: suara ayam, bebek, kucing, anjing, katak, jangkrik, dan nyamuk.
    D. Media
    Gambar dan kaset atau oral (‘medikem’)




    Model Pembelajaran Berbicara
    Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
    Kelas/Semester : III/1
    Tema : Peristiwa
    Sub Tema : Pesta ulang tahun
    Aspek : Berbicara
    Waktu : 1 x pertemuan ( 2x35 menit)
    A. Kompetensi Dasar
    Menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan kalimat yang runtut dan mudah dipahami.
    B. Indikator
    1. Dapat menyebutkan bentuk pengalaman yang berkesan.
    2. Dapat menceritakan pengalaman dalam beberapa kalimat sederhana dengan jelas.
    C. Materi Pembelajaran
    Cerita pengalaman pribadi yang berkesan bagi siswa, misalnya pesta ulang tahun.
    D. Media
    - Gambar seri atau foto pesta ulang tahun
    - Pengalaman siswa




    Model Pembelajaran Membaca
    Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
    Kelas/Semester : II/2
    Tema : Permainan
    Sub Tema : Main Bola
    Aspek : Membaca
    Waktu : 1 x pertemuan (2x35 menit)
    A. Kompetensi Dasar
    Membaca nyaring teks (15-20 kalimat) dengan memperhatikan lafal dan intonasi yang tepat
    B. Indikator
    1. membaca nyaring dengan lafal yang tepat
    2. membaca nyaring dengan intonasi yang tepat
    C. Materi Pembelajaran
    Wacana atau teks tentang permainan yang disenangi siswa, misalnya main bola.
    D. Media
    - Gambar anak main bola
    - Teks tentang main bola

    Model Pembelajaran Menulis
    Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
    Kelas/Semester : III/2
    Tema : Budi Pekerti
    Sub Tema : Rendah hati
    Aspek : Menulis
    Waktu : 1 x pertemuan (2x35 menit)
    A. Kompetensi Dasar
    Menulis puisi berdasarkan gambar dengan pilihan kata yang menarik
    B. Indikator
    1. dapat mengidentifikasi bentuk puisi dengan tepat
    2. dapat menulis puisi dengan pilihan kata yang menarik
    C. Materi
    Bacaan atau cerita yang berkaitan dengan budi pekerti. Cerita dan gambar yang diharapkan mampu merangsang siswa untuk mengenal nilai budi pekerti luhur seperti, hormat pada orang tua, rendah hati, tidak sombong, dan sebagainya.
    Contoh puisi yang bertema budi pekerti yang ditulis atau di pajang di papan tulis.
    D. Media
    - Teks puisi
    - Teks bacaan
    - Kartu kata

    Kesimpulan
    1. Media pembelajaran sangat diperlukan sebagai alat bantu dalam pengajaran, karena dapat memperjelas dan mempermudah pengertian materi yang diajarkan.
    2. Jenis media yang ada saat ini cukup banyak sehingga guru dapat memilih, membuat, dan menggunakannya sesuai dengan materi yang akan diajarkan.
    3. Penggunaan media pembelajaran sangat menunjang proses pembelajaran dan pencapaian tujuan pembelajaran bahasa, terutama bila dikaitkan dengan pembelajaran keterampilan bahasa Indonesia.

    --sth--
    DAFTAR PUSTAKA

    Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
    Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: BSNP.
    ______ . 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan.
    Miarso, Yusufhadi. 1989. Teknologi Instruksional. Jakarta: Pusat Antar Universitas.
    Sadiman, Arif S., dkk. 2006. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Makalah Pembelajaran

MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
YANG MENGEMBANGKAN KREATIVITAS SISWA
Oleh: Slamet Trihartanto, Widyaiswara LPMP Jawa Tengah

A. Pendahuluan
Hadirnya KTSP telah membuka peluang bagi pengembangan pembelajaran yang kreatif. Hal ini nampak jelas jika kita cermati KTSP yang berbasis kompetensi. Dengan demikian, guru dapat dengan leluasa mencurahkan ide-idenya, sekaligus menghidupkan daya kreasinya dalam memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Pemberian pengalaman belajar yang menyenangkan dan mengasyikkan diharapkan mampu menjadi sarana untuk mengembangkan potensi siswa yang usianya masih berada pada masa pertumbuhan dan perkembangan.
Harapan itu akan tinggal harapan, jika guru tidak mengubah paradigma pembelajaran. Artinya, meskipun KTSP sudah membuka peluang lebar-lebar bagi pembelajaran yang mengembangkan kreativitas siswa, hasilnya akan berpulang kepada kesiapan dan kemampuan guru. Harapan KTSP agar guru melakukan perubahan paradigma dalam pembelajaran, terutama dalam pengembangan kreativitas sudah sepatutnya menjadi perhatian semua guru.
Upaya untuk mewujudkan pembelajaran Bahasa Indonesia yang mengembangkan kreativitas siswa harus terus dilakukan oleh guru agar harapan yang dimaksud dalam KTSP dapat dicapai. Berdasarkan pertimbangan itulah, tulisan ini mencoba menawarkan model pembelajaran Bahasa Indonesia yang mampu mengembangkan kreativitas siswa. Sebelum itu dilakukan, dalam tulisan ini juga akan diuraikan tentang apa yang dimaksud belajar secara kreatif (creative learning), dan apa pentingnya belajar kreatif.

B. Arti Belajar Kreatif
Apa yang dimaksudkan dengan belajar kreatif? Apa yang dimaksudkan dengan belajar pada umumnya? Belajar dapat dibatasi sebagai suatu perubahan perilaku yang relatif tetap yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan belajar kreatif berhubungan erat dengan penghayatan terhadap pengalaman belajar yang sangat menyenangkan.
Menurut Donald J. Treffinger dalam bukunya Encoureging Creative Learning for The Gifted and Talented, belajar kreatif (creative learning) adalah proses pembelajaran yang mengupayakan proses belajar-mengajar dibuat sekomunikatif mungkin sehingga situasi belajar menjadi menyenangkan bagi siswa (1980 :1). Dalam pembelajaran ini, penyajian materi dilakukan melalui permainan, diskusi, bermain peran, dan lain-lain. Dengan demikian siswa tidak semata-mata dituntut untuk belajar sesuatu materi dari suatu bahan ajar. Dampak dari hal tersebut di atas adalah memotivasi kreativitas siswa dan pada akhirnya siswa akan mendapatkan rasa senang, puas dan pengalaman terbaik dalam hidupnya.
Torrance dan Myers, dikutip oleh Treffinger berpendapat bahwa belajar kreatif adalah
“menjadi peka atau sadar akan masalah, kekurangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tak ada, ketidakharmonisan, dan sebagainya; mengumpulkan informasi yang ada; mengidentifikasi (menemutunjukkan) unsur-unsur yang belum lengkap, mencari solusi, membuat hipotesis, memodifikasi dan menguji ulang; menyempurnakannya; dan akhirnya mengkomunikasikan atau menyampaikan hasil-hasilnya” (1980:5).

Torrance dan Myers selanjutnya juga melihat proses belajar kreatif sebagai :
“Keterlibatan dengan sesuatu yang berarti. Rasa ingin tahu dan ingin mengetahui dalam kekaguman, ketidaklengkapan, kekacauan, kerumitan, ketidakselarasan, ketidakteraturan, dan sebagainya. Kesederhanaan dari struktur atau mendiagnosis suatu kesulitan dengan mensintesiskan informasi yang telah diketahui, membentuk kombinasi baru, atau mengidentifikasi kesenjangan. Memerinci dan mendivergensi dengan menciptakan alternatif-alternatif baru, kemungkinan-kemungkinan baru, dan sebagainya. Mempertimbangkan, menilai, memeriksa, dan menguji kemungkinan. Menyisihkan pemecahan yang tidak berhasil, salah, dan kurang baik. Memilih pemecahan yang paling baik dan membuatnya menarik atau menyenangkan secara estetis. Mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada orang lain” (Treffinger, 1980 :6).

Sebagaimana halnya dengan pengalaman belajar yang sangat menyenangkan, pada belajar kreatif siswa terlibat secara aktif dan ingin mendalami bahan yang dipelajari. Dalam proses belajar secara kreatif digunakan proses berpikir divergen (proses berpikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dan proses berpikir konvergen (proses berpikir yang mencari jawaban tunggal yang paling tepat), berpikir kritis.
C. Pentingnya Belajar Kreatif
Setelah membahas pengertian belajar kreatif dapat muncul pertanyaan, siapa saja yang perlu belajar secara kreatif dan apa pentingnya siswa belajar kreatif?
Belajar kreatif berlaku untuk semua siswa di semua jenjang pendidikan. Semua siswa memiliki sesuatu potensi kreatif. Memang, pemilikan potensi kreatif berbeda dari orang ke orang. Ada yang memilikinya banyak, ada yang sedikit. Meskipun terdapat perbedaan pemilikan yang besar dari potensi kreatif, kita harus mengakui bahwa semua siswa memiliki potensi untuk belajar kraetif.
Sesungguhnya anak-anak sebelum masuk sekolah (dan itu lebih terlihat pada saat mereka mulai dapat berbicara) merupakan contoh yang jelas bahwa mereka adalah penjelajah yang kreatif, penelusur seluk-beluk yang serba baru, penggali temuan-temuan baru. Mereka tak habis-habisnya berusaha dan mencari untuk menemukan sesuatu yang baru. Mereka tak henti-hentinya serta tak jemu-jemunya bertanya kepada orang dewasa: Apa ini?, Apa itu?, Untuk apa ini?, Untuk apa itu?, Mengapa begini?, Mengapa begitu?, dan serentetan pertanyaan sejenis lainnya. Sampai-sampai kaum dewasa dibuat kewalahan memikirkan penjelasan atau jawaban yang memadai bagi mereka. Bahkan sering kali kaum dewasa terdesak oleh serbuan pertanyaan yang bertubi-tubi itu sampai terpojok tidak dapat menemukan jawabannya, atau menemukannya tetapi sulit untuk mengungkapkannya. Sering kali pula kita dibuat terkejut, tertawa, kadang jengkel mendengar pertanyaan anak-anak seusia itu, yang sulit diramalkan atau ditebak.
Potensi kreatif yang dimiliki anak atau siswa dapat ditingkatkembangkan melalui suatu upaya latihan yang sistematis. Hasil penelitian Torance (1972) yang dikutip Conny Semiawan, dkk. menunjukkan bahwa “kelancaran, kelenturan, keaslian (originality), kecakapan memerinci, kecakapan memecahkan masalah majemuk, dan sikap yang berhubungan dengan kreativitas siswa dapatlah dikembangkan” (1984:37). Berdasarkan penemuan itu seharusnyalah para guru membuat rencana pembelajaran yang cermat dan terperinci untuk memberikan belajar kreatif kepada semua siswa. Guru harus dapat memilih model pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas siswa.
Treffinger memberikan empat alasan mengapa belajar kreatif itu penting:
1. Belajar kreatif membantu anak menjadi lebih berhasil-guna jika kita tidak bersama mereka. Belajar kreatif adalah aspek penting dari upaya kita membantu siswa agar mereka lebih mampu menangani dan mengarahkan belajar bagi mereka sendiri. Dengan pesatnya perubahan masyarakat dan teknologi, kita tidak mungkin mengajarkan anak-anak sesuatu yang harus mereka tahu untuk hari depan mereka. Kita pun tidak hanya mengajarkan agar anak-anak dapat mengulang kembali ide-ide. Kita mengharapkan anak-anak dapat belajar hal-hal yang berharga dan bermanfaat bagi dirinya sehingga mereka mampu dan siap menghadapi masalah-masalah pada waktu kita tidak bersama mereka.
2. Belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak mampu kita ramalkan, yang timbul di masa depan. Dunia kita cepat sekali berubah. Pada sepuluh tahun terakhir ini kita saksikan perkembangan yang cepat di segala bidang : teknologi, ekonomi, sosial, pendidikan, dan sebagainya. Masalah-masalah yang kita hadapi sekarang ini sangat berbeda dengan masalah-masalah yang kita hadapi dua puluh tahun yang lalu.
3. Belajar kreatif dapat menimbulkan akibat yang besar dalam kehidupan kita. Banyak pengalaman belajar kreatif yang lebih daripada sekedar hobi atau hiburan bagi kita. Kita makin menyadari bahwa belajar kreatif dapat mempengaruhi, bahkan mengubah karir dan kehidupan pribadi kita. Di samping itu, belajar kreatif dapat menunjang kesehatan jiwa dan kesehatan jasmani kita.
4. Belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang besar. Terdapat gambaran yang salah tentang orang-orang yang amat kreatif. Mereka dikenal sebagai orang yang terganggu pikirannya, hidup menyendiri, tidak bisa bergaul, dan tidak dapat menangani tekanan hidup. Gambaran semacam ini dapat pula kita temukan pada orang-orang yang tidak kreatif. Banyak orang kreatif menjadi orang yang terkenal, penuh semangat, dan berbahagia. Semangat mereka terhadap pekerjaannya dan terhadap gagasan-gagasannya dapat langsung kita saksikan, dan kesenangan mereka terhadap belajar kreatif dapat menular kepada kita (1980: 9-13).
Di samping alasan-alasan yang disampaikan Treffinger itu, dapat pula dikemukakan alasan bahwa belajar kreatif memungkinkan timbulnya ide-ide baru, cara-cara baru, dan hasil-hasil baru yang dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi kehidupan. Nursisto yang mengutip pendapat David Campbell, menyatakan bahwa orang yang kreatif memiliki kelincahan mental, bisa berpikir dari segala arah, maupun ke segala arah. Mereka juga mempunyai keluwesan konseptional, orisinalitas, menyukai kompleksitas daripada simplisitas, serta mempunyai latar belakang yang merangsang. Ciri-ciri tersebut masih ditambah lagi dengan beberapa ciri yang lain, seperti kerja keras, mandiri, pantang menyerah, lebih tertarik pada konsep besar, punya rasa humor dan fantasi, serta tidak menolak gagasan baru yang menghadangnya (2000:2). Menurut Bambang Kaswanti Purwo, orang yang kreatif tidak mengandalkan diri pada daya hafal, tetapi pada kemampuan untuk melihat apa yang tidak dilihat orang lain, kemampuan untuk menghubung-hubungkan berbagai hal atau benda yang kelihatannya tidak saling berkaitan (1997:33).
Berdasarkan berbagai alasan di atas, belajar kreatif harus merupakan aspek yang penting dan mendasar dari pendidikan anak. Alangkah indahnya jika kreativitas dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah dapat mencakup beberapa bagian dari sifat-sifat yang dimiliki orang kreatif di atas. Dengan demikian, pelajaran Bahasa Indonesia tidak akan menjadi pelajaran yang membosankan tetapi pelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan, menguatkan, dan mencerdaskan bagi siswa.
D. Model Pembelajaran Bahasa Indonesia Yang Mengembangkan Kreativitas
Setelah kita menyadari pentingnya belajar untuk anak atau siswa, apa yang harus kita lakukan? Bagaimana model pembelajaran Bahasa Indonesia yang dapat mengembangkan kreativitas siswa?
Pada tulisan ini, penyajian tentang bagaimana cara guru membelajarkan Bahasa Indonesia akan dilakukan dengan mengajukan beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan kreativitas berdasarkan pengetahuan dan pengalaman penulis. Model yang ditawarkan dalam tulisan ini dapat diterapkan di semua jenjang sekolah dengan melakukan penyesuaian berdasarkan perkembangan jiwa dan pengetahuan anak.
Model pembelajaran Bahasa Indonesia yang dapat mengembangkan kreativitas siswa adalah seperti yang terurai berikut ini.
1. Mengarang Secara Beranting.
Model ini sangat menarik untuk melatih keterampilan siswa dalam menulis atau mengarang. Sangat tepat untuk menerapkan konsep learning sociaty (masyarakat belajar) dalam pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). Sejauh pengalaman penulis dalam menerapkan cara ini, ternyata dengan model mengarang secara beranting siswa belajar dengan senang. Ketika karangan itu selesai, lalu dibaca dan dibahas ditemukan beberapa hal yang menarik dalam kaitannya dengan penulisan ejaan, kohesi dan koherensi, logika, diksi, dan sebagainya.
Tahapan dalam menerapkan metode ini dapat ditempuh sebagai berikut:
a. Bagilah kelas menjadi beberapa kelompok (3-4 kelompok).
b. Siswa pertama dalam setiap kelompok mulai menuliskan kalimat pertama. Kemudian dilanjutkan oleh siswa berikutnya, dan seterusnya sampai selesai. Kalimat pertama dapat dibuat oleh guru, yang masing-masing kelompok dapat berbeda-beda.
c. Tentukan batas waktu dalam kegiatan ini (misalnya 15 menit).
d. Setelah semua siswa menyumbangkan kalimatnya dalam karangan bersama ini maka karangan ini harus dibahas segera di kelas. Berikan perbaikan pada kalimat yang salah dan pujian terhadap kalimat atau upaya siswa yang menarik.
e. Lanjutkan dengan penugasan kepada siswa untuk mengarang secara individual dengan topik, panjang karangan, waktu mengarang yang ditentukan guru.
2. Mengamati Gambar dan Bercerita atau Mengarang.
Guru menyiapkan gambar, dapat berupa gambar tunggal atau gambar seri (misalnya 5-8 gambar yang merupakan rangkaian cerita). Kegiatan pertama siswa diminta mengamati, mencari sesuatu di dalam gambar, mengembangkan kosakata dari gambar itu, untuk kemudian menyusunnya menjadi cerita atau karangan. Kegiatan mengamati dan bercerita atau mengarang ini sebaiknya dilakukan secara kelompok agar terjadi diskusi antara mereka. Guru dapat melihat bagaimana keterlibatan siswa dalam diskusi. Jika batas waktu yang ditentukan telah selesai dan siswa sudah siap dengan karangan atau ceritanya, maka saatnya melihat penampilan mereka di depan kelas.
Tujuan kegiatan belajar ini untuk mengembangkan keterampilan berbicara atau menulis. Di samping itu diharapkan siswa dapat mengembangkan imajinasinya, berani berpendapat, dan dapat mengaitkan peristiwa pada gambar satu dengan gambar lainnya hingga menjadi satu kesatuan.
3. Pengembangan Fantasi Korelatif
Dalam pengembangan fantasi korelatif, siswa diminta mencari pertautan hubungan antara suatu benda dengan benda lain yang keberadaannya saling melengkapi.
Contoh:
Jika kita berbicara tentang laut maka benda-benda yang harus dihadirkan di dalam ruang angan siswa adalah ombak, buih, gelombang, angin, matahari terbit dan tenggelam, pasir, kapal, perahu, jaring, kail, ikan, nyiur, batu karang, pelabuhan, mercu suar, lelang ikan, burung camar, tamasya, dan sebagainya.
Tujuan pengembangan kreativitas korelatif adalah agar siswa terbiasa untuk melanjutkan atau menambah semaksimal mungkin hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan masalah pokok. Dengan demikian, kemampuan siswa terus berkembang dan mendorong tumbuhnya sikap optimistis. Bila siswa terlatih dalam hal ini, kemampuannya untuk menemukan unsur terkait dan korelatif dalam banyak hal akan semakin terbina.
Setelah siswa diajak mendaftar kata yang berkaitan dengan tema Laut misalnya, selanjutnya mereka diajak menulis puisi, karangan, cerita, dan sebagainya dengan memanfaatkan kosakata yang diperolehnya dari tema yang ditentukan. Dengan demikian diharapkan mereka menguraikan tema karangan atau cerita lisan yang sesuai atau berkaitan dengan tema yang ditentukan.
Sudah barang pasti kemampuan siswa untuk melakukan kegiatan tersebut harus terus dilatihkan. Sang guru pun harus mau sedikit sibuk memeriksa dan memberi penilaian terhadap hasil kerja siswa. Berikut ini contoh latihan yang dapat dilakukan siswa untuk mengkorelasikan suatu kata.
Korelasikan setiap kata di bawah ini dengan penambahan masing-masing 10 kata!
a. sawah
b. gunung
c. musik
d. beternak
e. kerja bakti
f. pasar

4. Pengembangan Fantasi Komplementer.
Dalam pengembangan fantasi komplementer, siswa diminta untuk menjodohkan atau menambahkan satu kata di depan kata yang telah disediakan sehingga terbentuk satu pasangan kata yang mengandung makna lain.
Contoh:
Dari kata mata, bila ditambahkan kata di depan atau dibelakangnya akan menjadi rangkaian
a. mata angin;
b. mata dewa;
c. mata hati;
d. mata rantai;
e. mata-mata;
f. mata sapi;
g. matahari;
h. mata keranjang;
i. mata kaki;
j. sebelah mata;
k. kacamata;
l. air mata buaya;
m. tidak menutup mata;
n. ikut hati mati, ikut mata buta.

Tujuan membangun fantasi komplementer adalah agar kreativitas siswa berkembang. Dengan cara ini pula, siswa dibiasakan untuk mencoba mengupayakan sekuat tenaga mencari pertalian antara kata dengan kata lain, baik yang bermakna sebenarnya maupun berupa ungkapan, pepatah, atau peribahasa.
Lebih daripada itu, dengan cara seperti ini siswa akan terlatih untuk aktif mencari dan akhirnya menemukan seuatu yang diinginkan jika mau kerja keras sehingga siswa tidak cepat menyerah.
Contoh untuk latihan pengembangan selanjutnya:
Tuliskanlah sekurang-kurangnya 10 kata komplementer dengan kata-kata di bawah ini!
a. anak
b. bibir
c. jalan
d. buah
e. tangan
f. air.

5. Pengembangan Fantasi dengan Intonasi.
Pengembangan fantasi dengan intonasi dapat dilakukan pada sebuah kata, kelompok kata, kalimat, bahkan dialog. Model pembelajaran ini diadaptasi dari “Teknik Memberi Isi” yang lazim dilakukan dalam bermain drama. Dengan cara ini, siswa diharapkan memiliki kekayaan batin tentang berbagai perasaan, seperti sedih, senang, puas, terkejut, menyesal, cemas, kecewa, lega, kagum, ragu-ragu, dan sekian banyak lagi perasaan yang timbul guna menanggapi situasi tertentu.


Contoh:
Ucapkanlah kata-kata di bawah ini dengan berbagai intonasi yang menunjukkan perasaan tertentu!
a. Gila.
b. Aduh.
c. Luar biasa.
d. Aku tahu.
e. Kamu pasti bisa.
Saat mengucapkan kata itu, perbolehkan siswa secara improvisasi menambahkan kata atau kalimat lain. Apabila dipadukan dengan ekspresi dan gerak tubuh yang sesuai, maka model pembelajaran ini akan menarik dan menyenangkan bagi siswa. Teknik di atas perlu dikembangkan dengan latihan mengucapkan kalimat yang relatif panjang serta ditentukan nada yang diinginkan.

6. Mengembalikan Bentuk Asli Puisi.
Mengembangkan daya kreasi dapat dilakukan dengan cara membubuhkan kembali huruf kapital dan tanda baca pada puisi yang terlebih dahulu ditulis tanpa huruf besar dan tanda baca juga pembaitannya.
Contoh :
Berilah tanda baca, huruf kapital, dan pembaitan sehingga puisi di bawah ini terbentuk secara utuh!
TANAH KELAHIRAN
seruling di pasir ipis merdu
antara gundukan pohon pina
tembang menggema di dua kaki
burangrang – tangkubanprahu
jamrut di pucuk-pucuk
jamrut di air tipis menurun
membelit tangga di tanah merah
dikenal gadis-gadis dari bukit
nyanyikan kentang sudah digali
kenakan kebaya merah ke pewayangan
jamrut di pucuk-pucuk
jamrut di hati gadis menurun
Ramadhan K.H.

Bandingkan pekerjaan siswa dengan bentuk asli puisi tersebut, sebagai berikut.
TANAH KELAHIRAN
Seruling di pasir ipis, merdu
antara gundukan pohon pina,
tembang menggema di dua kaki,
Burangrang-Tangkubanprahu.
Jamrut di pucuk-pucuk
Jamrut di air tipis menurun.
Membelit tangga di tanah merah
dikenal gadis-gadis dari bukit,
Nyanyikan kentang sudah digali,
Kenakan kebaya merah ke pewayangan.
Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di hati gadis menurun.
Ramadhan K.H.

7. Parafrase Puisi.
Parafrase dilakukan dengan cara menambahkan penanda hubungan meliputi tanda baca, kata, kelompok kata, atau kalimat pendek yang dapat disisipkan di antara kata-kata dalam larik-larik puisi.
Dengan adanya penanda hubungan tersebut, antara larik satu dan larik lainnya terjalinlah suatu pengertian yang padu sehingga puisi terkesan memprosa dan makna yang terkandung di dalam puisi lebih mudah dipahami.
Contoh:


Jalan Segara

Di sinilah penembakan
kepengecutan
dilakukan

Ketika Pawai bergerak
Dalam panas matahari
Dan pelor membayar pajak
negeri ini
Ditembakkan ke punggung
Anak-anaknya sendiri
Taufik Ismail

Diberi penanda hubungan menjadi sebagai berikut
(Peristiwa di) Jalan Segara
(Para pembaca) di sinilah (telah berlangsung)
penembakan
(Hal itu menunjukkan) kepengecutan
(yang sudah) dilakukan (oleh Orde Baru)

Ketika (itu) pawai (para demonstran) bergerak
(Meskipun) Dalam panas matahari (membakar kulit)
Dan (terdengar) pelor (ditembakkan), (dengan kejadian itu demonstran) membayar pajak (dengan cucuran darah)
(Bagi) Negeri (tercinta) ini
(Pelor mesiu) ditembuskan ke punggung (mereka)
(Padahal, mereka itu) Anak-anaknya sendiri.
8. Menyusun Kata Menjadi Kalimat
Menyusun kata menjadi kalimat adalah merangkai beberapa kata lepas dalam susunan kata yang mengandung makna lengkap.
Contoh :
a. sore
b. saya
c. dokter
d. kehadiran
e. menanti
f. itu
Bila disusun menjadi kalimat, kata-kata itu menjadi,
Saya menanti kehadiran dokter sore itu.
Tugas:
Susunlah kata-kata di bawah ini agar menjadi sebuah kalimat!
a. bila
b. semua
c. dipuji
d. orang
e. hampir
f. senang
9. Menyusun Kalimat Berdasarkan Pola Tertentu
Masih ingat kalimat “Ali memukul anjing”? Kalimat itu boleh disebut kalimat yang populer manakala siswa diminta membuat kalimat aktif. Setera dengan “Nyiur melambai-lambai di pantai” saat siswa diminta membuat kalimat bermajas personifikasi. Salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan kosakata siswa dalam menyusun kalimat adalah dengan model pembelajaran menyusun kalimat berdasarkan pola tertentu.
Langkahnya sebagai berikut:
1. Guru menentukan pola tertentu, misalnya SD.
2. Contohkan pengembangan kalimat dari pola SD, misalnya:
q Saya datang.
q Siapa dia?
q Sudah selesai.
3. Siswa melanjutkan meneruskan membuat kalimat sebanyak mungkin berdasarkan pola tersebut. Syaratnya tidak boleh mengulang kata yang sudah dipakai.
4. Guru menentukan beberapa pola kalimat tertentu, misalnya SMS, ABK, KBK, atau yang lainnya. Masing-masing siswa berlomba menyusun kalimat sebanyak mungkin dalam waktu yang ditentukan guru.
5. Berilah kesempatan kepada siswa yang paling banyak menyusun kalimat berdasarkan pola tertentu. Pujian secara lisan seperti “Hebat”, “Luar biasa”, “Wow, keren”, atau acungan jempol, tepukan di pundaknya, tepuk tangan perlu dilakukan guru terhadap siswa.

Demikianlah beberapa model yang dapat dilakukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk mengembangkan daya kreasi siswa. Masih banyak cara lain yang dapat dilakukan oleh guru di sekolah untuk menjadikan pelajaran bahasa Indonesia menjadi menarik, menyenangkan, dan bermakna.
E. Penutup
Demikianlah, telah penulis uraikan model pembelajaran bahasa Indonesia secara kreatif. Dengan sejumlah model pembelajaran yang telah penulis tawarkan di atas, dapat diyakini bahwa kreativitas siswa akan berkembang. Jika guru senantiasa menggunakan model pembelajaran yang mengembangkan daya kreasi siswa, dapat diyakini pula bahwa pelajaran bahasa Indonesia akan dirasakan siswa sebagai pelajaran yang menyenangkan bahkan favorit. Bila kondisi itu terjadi maka dapatlah kita berharap mutu pembelajaran bahasa Indonesia akan meningkat lebih baik.
Selamat berkreasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk mengembangkan kreativitas siswa serta meningkatkan mutu pendidikan!

DAFTAR BACAAN
Hendrikus, Dori Wuwur. Retorika. Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Kaswanti Purwo, Bambang. Pokok-Pokok Pembelajaran Bahasa dan Kurikulum 1994: Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Perbukuan Depdikbud, 1997.
Nursisto. Kiat Menggali Kreativitas. Yogyakarta: Mitra Gama Widya, 2000.
Semiawan, Conny, et. al. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah: Petunjuk bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta : Gramedia, 1984.
Treffinger, D.J. Encouraging Creative Learning for the Gifted and Talented : a handbook of methods and technique. Ventura, California, 1980.